Komnas HAM dan Propam Polri Diminta Usut Kasus Penembakan di Ternate
TRANSINDONESIA.CO – Komnas Hak Azasi Manusia (HAM) dan Propam Polri diminta menerjunkan tim mengusut kasus tertembaknya sejumlah warga di Ternate, Maluku Utara. Penembakan itu terjadi saat aparat kepolisian membubarkan bentrokan antar dua kelompok pemuda di Jalan Baru Toboko Pantai, Ternate pada 10 Januari 2016 kemarin.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mendesak Komnas HAM dan Propam Polri tidak boleh mendiamkan kasus penembakan ini.
Sebab penembakan itu sudah menyebabkan dua orang tewas dan tiga luka luka. Para korban adalah DR alias Dedy (28) dan ZH alias Kifli (23) yang tewas tertembak, setelah polisi melepaskan tembakan saat membubarkan bentrokan dua kelompok pemuda.
Selain itu tiga lainnya, yakni Nasrun, Fitra, dan Fadli menderit luka tembak dan dirawat di RSUD Chasan Boesoirie. Akibat peristiwa ini warga memblokir kawasan itu sebagai protes terhadap ulah polisi yang melepaskan tembakan ke arah warga.
Warga juga sempat melihat ada sejumlah selongsong peluru di tempat kejadian. Namun Kapolres Ternate AKBP Kamal Bahtiar secara resmi mengatakan bahwa polisi di lapangan tidak ada yang menggunakan peluru tajam, aparat kepolisian hanya dipersenjatai peluru karet.
“Dari pantauan, penanganan aksi massa yang menggunakan peluru karet sekali pun adalah tindakan yang melanggar SOP (Standar Operasional Polri). Sebab sesuai SOP, aksi massa harus dikendalikan sesuai tingkatannya, mulai dari negosiasi, penggunaan water cannon, gas air mata, dan terakhir peluru karet. Dalam kasus Ternate tidak ada penggunaan water cannon dan gas air mata, massa langsung dihadapi dengan tembakan,” kata Neta di Jakarta, Senin (12/1/2016).
Mengingat terjadinya pelanggaran SOP dalam kasus Ternate ini, Komnas HAM dan Propam Polri harus turun tangan mengusut kasus ini. Aksi penembakan ini adalah pertama kali terjadi di tahun 2016. Di tahun-tahun sebelumnya, aksi polisi koboi dan polisi salah tembak cukup marak. Di 2015, polisi yang semena-mena menembak orang lain, marak terjadi. Ada 20 kasus, 19 di antaranya korban ditembak polisi dan satu aksi penodongan senjata api oleh polisi kepada masyarakat yang menegurnya karena kebut-kebutan.
“Aksi koboi-koboian polisi di tahun 2015 ini menewaskan tujuh orang dan 17 lainnya luka. Secara umum, aksi koboi koboian polisi di 2015 tergolong naik dibanding 2014. Melihat fenomena polisi koboi ini, sepertinya Kapolri perlu terus menerus mengawasi secara ketat kinerja aparatnya, terutama dalam penggunaan senjata api, apakah sudah sesuai SOP atau belum. Agar kasus penembakan ini tidak meluas di 2016, Komnas HAM dan Propam Polri perlu menuntaskan kasus Ternate, sehingga keresahan warga bisa diredam,” kata Neta.(Yan)