TRANSINDONESIA.CO – Jalan dengan segala aktifitas dan fasilita dapat dimaknai sebagai bagian dari lalulintas. Lalulintas secara konseptual dan teoritikal dapat dipahami dan dipelajari sebagai urat nadi kehidupan.
Sayang para ndoro dan pengambil kebijakan tidak semuanya sepaham untuk mengambil kebijakan. Ada yang mengatakan lebai, ada yang mengatakan tidak gitu-gitu amat dan banyak hal bahkan para pakarnyapun sering terjebak pada masalah teknis. Mereka lebih senang berpikir tukang daripada sebagai perancang atau perencana.
Dalm masyarakat yang modern dan demokratis, untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang diperlukan adanya produktifitas dan produktifitas dihasilkan dari aktifitas.
Aktifitas itu boleh dikatakan hampir seratus persen menggunakan lalulintas. Oleh sebab itu, lalulintas dituntut, diharapkan dapat aman, lancar, selamat, dan tertib.
![Kecelakaan lalulintas.](http://transindonesia.co/wp-content/uploads/2015/12/kecelakaan-laka-lantas.jpg)
Itulah tanda dan penilaian keberhasilan dan kemajuan di bidang lalu lintas yang dapat diukur sebagai wujud pertanggung jawabannya.
Aneh memang, ketika berbicara tentang lalulintas masih berpikir parsial, berpikir kekuasaan yang lebih gila lagi ketika masih mengharapkan sesuatu yang dalam tanda “bagian dari KKN”.
Ini jelas menjadikan lalu lintas hantu entah macet, entah semrawut, entah menjadi jagal di jalan raya.
Hantu-hantu jalan raya memang sekarang ini menimbulkan citra buruk dan peluang atas kejahatan dan potensi-potensi mematikan kehidupan.
Urat nadi yang tersumbat, adalah urat-urat kehidupan yang stroke, gila bahkan siap mati. Para pemangku kepentingan lebih senang memelihara hantu untuk menangguk keuntungan dan memanfaatkan situasi.
Jiwa-jiwa tukang palak, jiwa preman memang menyukai hantu karena bisa menakut-nakuti, masih ada banyak peluang dan previlage yang bisa diperolehnya. Inikah pawang hantu yang malah kepingin jadi hantu?(CDL-03012016)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana