Sesat Pikir dan Cacat Pikir

TRANSINDONESIA.CO – Tersesat bermakna tidak mengetahui arah dan tidak mampu kembali ke jalan atau tempat yang semestinya atau yang menjadi tujuan. Sedangkan kata cacat dapat dimaknai tidak sempurna atau ada sesuatu yang kurang.

Tatkala sesat pikir dan cacat pikir menjadi bagian dari mindset dari para birokrat, penguasa, politikus dan para aparatur penyelenggara negara bisa dibayangkan apa yang terjadi, dapat dipastikan adanya suatu edan yang dianggap waras.

Mengapa demikian kesesatan pikir sebenarnya adalah kegilaan sedangkan cacat pikir dapat dimaknai menemukan dan menentukan yang baik dan benar atau tidak mampu membedakan mana kambing, mana anjing. Apa yang dibanggakan justru ketidak mampuan dan hal-hal yang semestinya memalukan dan menjadi perusakan peradaban.

Dalam konteks sesat pikir dan cacat pikir dalam birokrasi akan mendiskriminasi yang berusaha mewaraskan, atau yang berusaha di jalur-jalur normatif. Maka mereka akan diserang, dihujat, bahkan kalau perlu dijatuhkan dan dimatikan.

Mempertahankan status quo dan comfort zone merupakan bagian kesesatan dan kecacatan dalam berpikir, karena takut dan enggan untuk berubah. Apapun yang ditawarkan baik reformasi birokrasi, revolusi mental sekalipun akan diabaikan esensinya, yang dilakukan sebatas seremonial dan kepura-puraan belaka.

Menemukan kewarasan pikir dalam mindset bukan hal mudah, bisa-bisa yang berusaha mewaraskan malah digilakan terlebih dahulu. Mereka memliki candu ampuh yang membuat diam, manut dan lemah sahwat kritisnya, yaitu dengan cara didumi (dibagi) atau diberi kesempatan menikmati candu-candu dalam kesesatan dan kecacatan berpikir.

Kepintaran, tekad dan keberanian semata tidak akan mampu mewaraskan jika tanpa diikuti pembangunan sistem, edukasi yang berkualitas dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih. Yang lebih penting lagi adalah dimulai dari warasnya para pemimpin sehingga ada rasa peka, peduli dan berani berberang dalam menegakkan akal sehat.(CDL-Jkt181215)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana