Ini Sembilan KDH Diduga Melakukan Pencucian Uang

       Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf, mengatakan institusinya menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh sembilan kepala daerah (KDH).

Namun Yusuf berkata, Kejaksaan Agung belum memberikan tindaklanjut terhadap laporan PPATK itu. “Kami kirim ke Kejagung, tapi sampai sekarang belum ada ada progress-nya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Yusuf memaparkan, catatan transaksi keuangan sembilan kepala daerah tersebut tidak sesuai dengan profil mereka.

Sembilan orang yang memimpin pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten dan kota itu menyimpan uang dengan nominal fantastis. Padahal belakangan ini mereka tidak menerima warisan ataupun memiliki perusahaan.

“Kalau pun misalnya memiliki perusahaan di bidang perkebunan, kan ada masa tanam masa panen dan masa jual,” tutur Yusuf.

PPATK hingga saat ini belum dapat mempublikasikan nama sembilan kepala daerah itu. Yusuf hanya berkata, mayoritas dari mereka memimpin pemda di luar Jawa.

Adapun, Yusuf mengatakan, satu dari sembilan kepala daerah itu baru-baru ini tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi untuk perkara yang berbeda dengan apa yang disangka PPATK.

Direktur Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat PPATK, Brigadir Jenderal Firman Shantyabudi, mengatakan dunia internasional melihat korupsi, narkotika dan pajak sebagai tindak pidana yang berkaitan erat dengan pencucian uang.

Belakangan, PPATK tidak hanya memberikan laporan hasil analisis (LHA) kepada penegak hukum seperti Polri, Kejagung dan KPK, tapi juga ke Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan.

Yusuf berkata, data-data tersebut berpotensi memberikan keuntungan bagi negara dalam konteks perpajakan. Sejauh ini, PPATK sudah menyerahkan 116 LHA kepada Ditjen Pajak. Sekitar 50 persen dari laporan itu telah dieksekusi sehingga negara mendapatkan pemasukan sebesar Rp2,4 triliun.(Cnn/Met)

Share