TRANSINDONESIA.CO – Grundelan merupakan hak atau kewajiban, malahan YB Mangun Wijaya yang disampaikan memperjuangkan melawan atas berbagai ketidak adilan dan ketidak nyamanan bahkan pengabaian kemanusiaan hingga kesewenang-wenangan.
Gurendelan sajalah yang bisa dilakukan kaum lemah karena tidak memiliki daya dan kemampuan untuk melawan secara frontal.
Apalagi melawan mafia-mafia birokrasi yang begitu kuat, berkuasa dan berjaya. Melawan secara frontal tentu sama saja menabrak tembok pasti akan benjol atau dibenjolkan.
Cantrik-cantrik jaringan sang mafia birokrasi sudah menggurita dan merajalela. Salah benar sudah tiada kentara lagi, anjing dan kambing seakan tiada bedanya.
Grundelan-grundelan merupakan kepedulian dan membangun kesadaran atas ketololan yang sedang dan terus dilanggengkan.
Sayang memang, tatkala yang idealis sekalipun tatkala jatuh dalam pelukan mafia birokrasi akan manut bagai jangkrik kehilangan sungut dan tidak lagi berbunyi nyaring. Dibutakan, ditulikan, dimatikan rasanya dan dinina bobokan kenikmatan-kenikmatan semu yang terus saja turut menggali untuk jalur-jalur tentakel sang gurita mafia birolkrasi.
Secara manusiawi tidak salah berlindung dan berada diketiak penguasa, atau yang sedang mendominasi sumber daya.
Menjadi safety player, pembebek memang pilihan bahkan akan menjadi kebanggaan. Tiada lagi peta kompas jalan ideal untuk kembali ke yang idealis dan normative.
Semua sudah menjadi baying-bayang semu. Semua kecanduan dan penuh dengan rekayasa dan kepura-puraan.
Siapa waras malah akan dimatikan, siapa gila akan dibangga-banggakan. Ya hanya grundelan-grundalen sajalah untuk menjaga kewarasan, untuk tidak mabuk dan menjadi gila beneran.(CDL-Jkt12115)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana