MKI: Revisi UU Migas, Perkuat NOC Untuk Kesejahteraan

Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto.
Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto.

TRANSINDONESIA.CO – Permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Pertamina disambut Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) dengan meminta pemerintah merevisi UU Migas.

Caranya? Laba Pertamina diputar mengatasi hajat efisiensi untuk obat melawan pelambatan ekonomi. Lumrah saja, namun apakah Pertamina kuat dan diberdayakan sebagai National Oil Company (NOC)?,” kata Ketua MKI, Muhammad Joni kepada Transindonesia.co, Senin (5/10/2015).

Dikatakannya, Indonesia mutlak memiliki NOC yang kuat, agar mampu bertarung dengan asing. UU Migas mesti diubah dengan memperkuat Pertamina sebagai NOC.

“ Itu sesuai amanat konstitusi dan Putusan MK bahwa sumber daya energi diurus dan dikelola bangsa sendiri. Tidak hanya kebijakan, regulasi, dan pengawasan. Aneh jika NOC bangsa sendiri diperlakukan sama dengan kontraktor asing,” tambahnya.

Dikatakannya, Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto “curhat” ihwal perusahaan minyak itu telah lama kurang dipercaya Pemerintah setiap kali ingin membangun infrastuktur migas. Bahkan tatkala berhajat mengambil alih Blok Mahakam (BM) dari kontraktor asing, Pertamina tidak dipercaya mengelola 100% BM yang cadangannya tersisa tahun 2017 masih 10 triliun cubic feet.

Pernyataan itu lanjut Joni, seperti hendak mengungkit perasaan lama, bahwa Pertamina “dipereteli” dan dibiarkan tarung sendirian. Tidak ada hak istimewa untuk menjadikannya riel sebagai perusahaan minyak nasional alias NOC.

“Pertamina hanya memegang 24% produksi minyak nasional. Apalagi, dengan UU Migas, Pertamina tidak lagi memegang kuasa pertambangan, tidak terintegrasi (integrated oil company) dari usaha hulu sampai usaha hilir. Beleid UU Migas memangsa NOC-nya sendiri. Tersebab itu, “pemotongan” perusahaan tidak terhindarkan,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakan Joni, nasib Pertamina tidak seperti Petrobras, Petronas dan NOC asal negara lainnya.

“Bandingkan dengan 15 perusahaan migas terbesar di dunia (berdasarkan cadangan, produksi, kapasitas kilang dan volume penjualannya), 9 dari 15 perusahaan tersebut adalah NOC. Diantaranya Saudi Aramco, National Iranian Oil Company (NIOC), Petroleos de Venezuela S.A (PDV), China National Petroleum Corporation (CNPC), Pemex, Gazprom, Sonatrach, Kuwait Petroleum Corporation (KPC) dan Petrobras. Pemerintah di negara lain yang memiliki NOC menyadari peranan istimewa NOC milik mereka,” ujranya.

Untuk menjadi NOC kaliber dunia sambung Joni, konstitusional jika memfasilitasi Pertamina sebagai NOC, bahkan menjadi Asia Energy Champion.

“Buktikan, komitmen Pemerintah dengan memberikan kepada Pertamina pengelolaan Blok Mahakam dari kontraktor asing yang segera berakhir 2017,” ucapnya.

Dikatakan Joni, mampukah Pertamina? Sejak tahun 2009 Pertamina menyatakan kesiapannya.   Kua teknis, Pertamina sukses dalam pengelolaan Offshore North West Java pasca lepas dari British Petroleum Indonesia dan West Madura Offshore dari Kodeco Energy Co.

Dimana saat ini, kedua blok migas ini sudah mengalami peningkatan produksi minyak jadi 45 ribu barrel dari sebelumnya hanya 20 ribu barrel.

“Setelah lebih 10 tahun menjadi persero, Pertamina memainkan peran sebagai Energy Champion Indonesia. Pertamina menjangkau seluruh value chain energi secara meluas di sektor migas, CBM, geothermal (termasuk pembangkit tenaga listrik),” ujarnya.

Bagaimana dengan kemampuan finansial? Tentu saja kata Joni, prestasi Pertamina sebagai perusahaan terbesar dengan pendapatan 50 miliar USD pada tahun 2010.

Berdasarkan revenue-nya, PT Pertamina berada di urutan 122 dalam daftar Fortune. Jika berdasarkan net profit, PT Pertamina berada pada urutan ke 169.

Ditengah situasi pelambatan ekonomi dewasa ini, semestinya memberi ceruk lebih besar kepada Pertamina sebagai NOC, sebagai imbalan untuk melaksanakan perintah efisiensi. Jatah perusahaan kontraktor asing yang diberikan hak ekspor atas bagi hasil produksi, mestinya ditekan untuk menambah pasokan dalam negeri. Pemerintah mesti mewajibkan kontraktor asing itu mengolahnya di dalam negeri agar devisa bertahan di negeri sendiri.

“Untuk itu demi konstitusi dan negara kesejahteraan, MKI mendesak revisi UU Migas. Pertamina seagai NOC mesti dikuatkan dan diberikan kesempatan,” katanya.(Yan)

Share
Leave a comment