TRANSINDONESIA.CO – Mental oknum aparatur yang nyebelin karena pekerjaan berupa memalak, mempersulit, sok penting, arogan atau sewenang-wenang, mendiskriminasi, jaim menutupi ketololan, membacking ilegal, art therapy (seni rupa sebagai saluran ekspresi terima suap), bermitra dengan preman atau pelaku-pelaku ilegal, pemalas (tidak kreatif yang ujung-ujungnya duit), memanipulasi (mark-up, menghilangkan, menyalahgunakan).
Tatkala dikatakan atau diungkapkan bagi pelaku dan pendukung yang berjiwa preman akan tersinggung karena sarangnya mulai di ogrok-ogrok agar sang naga tidak angrem di comfort zone.
Ada yang mengatakan, mengapa semua disalahkan? mengapa semua dimarahi? mengapa semua diungkapkan? mengapa gak dibangun secara pelahan? Kamu gak takut di musuhi? Kami tahu gak akibat kalau ada yang tersinggung?
Ungkapan-ungkapan dongkol itu dari kaum pendukung dan piaraan naga.
Mereka memang suka dan mengharapkan bisa menjadi naga-naga kecil dan bisa menjadi pewaris dan bersiap melanggengkan status quo dan zona nyaman.
Mereka mementingkan diri dan kroninya. Tak ada lagi rasa patriot atau kecintaan akan bangsa. Tidak peduli akan generasi yang akan datang. Iapun tak sayang akan hidup dan kehidupanya.
Semua seakan dijadikan uang, uang dan uang sebagai kebanggaannya. tatkala tidak digeneralisir jdilah istilah oknum. Tatkala oknum sudah lebih banyak apa ini namanya?
Saat susah tiada yang peduli, saat mampu semua menggerubuti. Jelek, susah, miskin memang dibiarkan bahkan matipun tiada haru baginya. Namun tatkala sudah produktif semua mengeratnya bagai kumbang menyengat bunga. (CDL-Jkt261015)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana