TRANSINDONESIA.CO – Komandan tinggi pemberontak Suriah, yang berkoordinasi dengan suku Kurdi dalam melawan kelompok ISIS di Suriah timur-laut, mengatakan pasukannya pekan lalu menerima cukup banyak senjata yang didrop dari udara oleh Amerika.
Pengakuan komandan pemberontak Suriah ini berlawanan dengan komentar Departemen Pertahanan Amerika. Komandan pemberontak itu mengakui senjata dan amunisi yang dipasok Amerika itu dibagi-bagi dengan orang-orang Kurdi yang siap menyerang Raqqa, yang diklaim sebagai ibukota ISIS.
Informasi itu diungkapkan kepada VOA oleh Talal Sellou, mantan kolonel angkatan udara Suriah dan satu dari enam komandan senior Pasukan Demokratik Suriah – aliansi milisi yang umumnya terdiri atas orang-orang Arab dan Turkmen yang dibentuk pekan lalu.
Pengungkapan itu kemungkinan membuat marah pemerintah Turki yang sudah memperingatkan Amerika agar memastikan senjata tidak diberikan kepada Unit Perlindungan Rakyat Kurdi, disingkat YPG.
Talal Sellou, usia 50 tahun, memimpin pusat komando gabungan yang baru dibentuk. Komando itu mengoordinasi operasi terpadu milisi Arab, Turkmen dan YPG, pasukan gabungan yang terdiri dari sekitar 20.000 pejuang.
Kepada VOA, Sellou mengatakan, “Ya, kami menerima senjata-senjata itu, mereka menjatuhkannya untuk kami. Sebagian besar senjata itu masih disimpan, belum dibagikan ke pejuang di garis depan.” Milisi Arab dan Turkmen itu secara resmi menyebut diri sebagai Pasukan Demokratik Suriah.
Ditanya apakah pasokan Amerika yang didrop dari udara itu dibagikan kepada orang-orang Kurdi, ia menjawab: “Ya, senjata itu untuk orang-orang Arab, Turkmen, YPG, untuk semua. Di antara kami tidak ada perbedaan.”
Pekan lalu, Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu secara terbuka memperingatkan Amerika dan Rusia, yang selama ini merangkul YPG, agar tidak mempersenjatai kelompok Kurdi Suriah, dengan alasan langkah tersebut akan mengancam keamanan Turki.
YPG adalah cabang Partai Pekerja Kurdistan atau PKK, yang dilarang. Turki khawatir keberhasilan milisi Kurdi Suriah menguasai daerah-daerah di perbatasannya akan memicu ambisi separatis Kurdi di Turki. Gencatan senjata antara Turki dan PKK runtuh Juli lalu, memicu dimulainya kembali perseteruan yang telah berlangsung puluhan tahun antara orang-orang Kurdi di Turki dan orang-orang Turki.
Pasokan senjata lewat udara minggu lalu adalah yang pertama dilakukan Amerika di Suriah timur-laut sejak pengiriman senjata dan amunisi lewat udara pada Oktober 2014 bagi pasukan YPG yang membebaskan Ayn al-Arab atau Kobani, kota di perbatasan yang terkepung militan ISIS.
Menanggapi protes Turki tentang bantuan Amerika untuk Kurdi Suriah di Kobani, Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan “secara moral akan sangat sulit” bagi Amerika untuk tidak mendukung “komunitas yang telah berjuang melawan ISIS sekeras itu.”
Sasaran YPG dan sekutunya dalam waktu dekat, menurut Sellou adalah Raqqa, meskipun ia tidak bersedia membahas waktu atau detil serangan terhadap ibukota jihadis itu.
“Kami kini sedang bersiap menghadapi hari-H. Begitu Amerika melancarkan serangan udara, kami akan siap,” tuturnya.(Fen)