Tsunami Raksasa, Mungkinkah Berulang?

Tsunami Aceh tahun 2004.(Dok)
Tsunami Aceh tahun 2004.(Dok)

TRANSINDONESIA.CO – Pada dunia gunung api ada mega-volcano Gunung Toba yang meletus antara 69.000-77.000 ribu tahun lalu, di dunia ombak tsunami ternyata ada juga yang disebut dengan nama mega-tsunami. Kejadian ini diperkirakan terjadi sekitar 70.000 tahun lalu.

Mega-tsunami ini terlacak oleh para ahli di Pulau Cape Verde, di Afrika. Terjadinya diduga dipicu oleh runtuhnya gunung api di Pulau Fogo—sekitar 48 kilometer dari Cape Verde. Gunun ini memiliki tinggi 2.834 meter dan secara tiba-tiba runtuh sehingga menghasilkan gelombang tsunami setinggi 243,8 meter.

Ketika gunung berapi runtuh, longsoran tanahnya bisa menyebabkan tsunami dengan tingkatan yang bermacam-macam. Pada penelitian sebelumnya, tercipta sebuah model gradual untuk keruntuhan gunung api, yang bisa menyebabkan terjadinya ombak yang lebih kecil.

Tapi penemuan sejumlah batu besar sejauh 600 meter di daratan mengindikasikan sebaliknya. Penulis penelitian yang dipublikasikan di Science Advances itu, Ricardo Ramalho, ilmuwan dari Lamont-Doherty Earth Observatory di Columbia University, menyatakan bahwa bongkahan batu-batu besar itu terdiri dari bebatuan dari lautan, sementara daerah sekitarnya terdiri dari batuan vulkanik muda.

Batuan besar itu, kata Ramalho, sampai ke sana karena terjadinya sebuah gelombang yang amat besar. Mereka menghitung ketinggian gelombang berdasarkan hitungan bobot batu, yang beratnya mencapai beberapa ratus ton. “Kami sangat kaget dengan temuan itu,” kata Ramalho.

Mungkinkan Berulang?

Ramalho segera mengingatkan bahwa meski mega-tsunami itu membahayakan, frekuensi terjadinya amat jarang.

“Ini adalah apa yang disebut oleh para ahli sebagai: kejadian yang frekuensinya sangat rendah tapi dampaknya sangat besar,” kata Ramalho. “Karena frekuensinya sangat rendah, kami memperhitungkan bahwa probabilitas terjadinya kembali adalah sangat kecil.”

Meski begitu, kata Ramalho lagi, bukan tak mungkin peristiwa seperti itu terjadi kembali. Oleh sebab itu, katanya, perlu timbul kesadaran masyarakat untuk lebih berhati-hati dan waspada.

Penelitian lebih lanjut, ujar Ramalho, perlu dilakukan. Terutama untuk mengetahui apa yang menyebabkan runtuhnya gunung berapi. Begitu juga peningkatan pengawasan untuk memberikan waktu bagi publik untuk mempersiapkan diri, sebelum gunung berapi runtuh.(Cnn/Nov)

Share