
TRANSINDONESIA.CO – Asap dampak kebakaran hutan yang berulang dari waktu ke waktu tanpa mampu mencegah kebakaran menandakan tiada daya untuk memadamkan.
“Apakah ini menjadi aib banga?” Bagi yang berpikiran waras pasti dengan tegas menjawab “Ya”.
Entah bagi yang berkepentingan dan menangguk keuntungan akan santai bahkan tenang-tenang saja menikmati kesusahan bagi banyak orang.
Asap dampak kebakaran hutan sampai ke jiran Singapur dan Malaysia, mereka berulang kali mengirim surat protes dan komplain ke pemerintah Indonesia.
Inikah aib atau menyalahkan lahan gambut yang mudah terbakar?
Media dan berbagai lembaga independen maupun institusi pemerintah mendapatakan fakta bahwa ini sebagian akibat pembakaran untuk membuka lahan. Biaya membuka lahan dengan cara membakar akan lebih hemat dan tanpa disadari sosial cost yang harus dibayar sangat mahal.
Anak-anak sekolah bukan saja terpaksa libur tapi juga banyak yang terjangkit sakit, jalanan jadi redup, udara jadi tercemar.
Tatkala diekspos kemana-mana, ini sebenarnya menjadi aib bagi bangsa dan semakin dikenal karena pameran ketololan.
Masyarakat menjadi korban, aktifitas terhambat bahkan terhalang sehingga harus prihatin dan kontra produktif.
Banyak maslaah sosial timbul dari penyakit sampai gangguan teknis orperasional penerbangan terpaksa harus ditutup karena membahayakan keselamatan.
Hingga dikatakan darurat sebenarnya sudah ambang memalukan dan menyedihkan. Tapi apa mau berkata api sudah kemana-mana dan kita tanpa daya?
Ini sebagai cerminan betapa kita tidak memiliki kepekaan kepedulian dan tanggung jawab bagi warga msayarakt kini dan anak cucu dimasa yang akan datang.
Kesedihan menjadi tontonan, para ndoro gagal melindungi dan menyelamatkan kawulonya yang telah menjadi korban.(CDL-Jkt051015)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana