Proyek Kereta Cepat Terlalu Dipaksakan

Faisal Basri
Faisal Basri

TRANSINDONESIA.CO – Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya dikerjakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri yang menilai proyek tersebut terlalu dipaksakan oleh pejabat negara.

“Jika dianalisis dengan hitungan cost benefit, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan,” ujar Faisal dalam risetnya, dikutip Senin (7/9/2015).

Faisal memaparkan sudah terlalu banyak pilihan moda transportasi bagi warga Jakarta yang hendak pelesiran ke Bandung, demikian pula sebaliknya. Rute Jakarta-Bandung bisa ditempuh menggunakan kendaraan pribadi atau jasa travel dan bus melalui tol Cipularang hanya dalam 2 jam jika lalu lintas lancar. Titik keberangkatan dengan moda angkutan umum dan lokasi akhir tujuan di Bandung tidak kalah banyaknya.

“Jadi sangat fleksibel, dari titik awal terdekat dengan rumah atau kantor ke tujuan akhir yang paling dekat. Pilihan lain adalah kereta api Parahyangan dari Gambir atau Jatinegara. Waktu tempuh lebih pasti, sekitar 3 jam. Bisa juga naik pesawat, sekitar 20-25 menit,” ujar Faisal.

Sementara jika kereta cepat jadi dibangun, masyarakat pengguna layanan tersebut hanya bisa menghemat waktu tempuh 1 jam sampai 2 jam saja lebih cepat dibandingkan moda transportasi umum lainnya.

“Jadi rasanya kehadiran kereta cepat sangat tidak mendesak. Apalagi mengingat kereta cepat sejenis Shinkansen di Jepang, hadir untuk jarak jauh seperti Tokyo-Osaka yang jaraknya hampir sama dengan Jakarta-Surabaya,” kata mantan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha tersebut.

Akhir pekan lalu, Menteri Rini Soemarno menjelaskan kengototannya menginstruksikan sejumlah BUMN menggarap proyek kereta yang sebelumnya ditolak Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika dikerjakan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Rini berargumen, kereta cepat mampu mengembangkan perekonomian kawasan yang dilaluinya.

“Kami akan mempertahankan proyek kereta ini meskipun tanpa bantuan pemerintah, karena kami melihat wilayah-wilayah yang dilalui trayek tersebut bisa dikembangkan dengan baik. Karena wilayah Bandung Barat, nantinya, memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi pusat pendidikan, ecotourism, dan lainnya,” jelas Rini di kantornya, Jumat (4/9/2015).

Atas dasar tersebut, Rini menegaskan proyek ini akan tetap dibangun namun berorientasi profit layaknya proyek lain yang digarap oleh BUMN. Rini menyebut akan meminta empat BUMN membentuk konsorsium dan bermitra dengan salah satu perusahaan dari dua negara yang mengajukan proposal tersebut.

Empat BUMN yang ditunjuk Rini adalah PT Wijaya Karya Tbk (Wika), PT Jasa Marga Tbk, PT Perkebunan Nasional (PTPN) VIII, dan PT Kereta Api Indonesia, di mana Wika akan menjadi pemimpin konsorsium.

Nantinya ke-empat BUMN ini akan melakukan kalkulasi terkait jumlah stasiun yang akan dibangun sepanjang trayek, sehingga dari angka tersebut bisa ditentukan seberapa cepat kereta yang dibutuhkan. Rini sekaligus menjamin BUMN-BUMN tersebut tidak akan menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk mengerjakan proyek tersebut.

“Tadinya, Wika meminta PMN untuk membangun proyek ini. Tapi, Wika tidak diperbolehkan menggunakan PMN untuk proyek kereta karena mereka juga masih banyak proyek lain yang lebih perlu diselesaikan menggunakan PMN,” tegas Rini.(Cnn/Lin)

Share