TRANSINDONESIA.CO – Setiap ada proyek, para makelar, para provokator, para preman akan ramai-ramai berebut menjarah atu merayah untuk dapat kebagian. Yang anehnya lagi eksekutif, legiflatif dan yudikatif bisa dikalahkan sama mereka.
Benarkah mereka kalah atau malah ikut bermain? Mana kepentingan rakyat yang diperjuangkan? Negara kalah dengan preman aneh dan tidak masuk akal kalau tidak ikut bermain pasti akan mudah menyelesaikan. Banyak yang tahu, banyak yang sadar akan bahaya premanisme, tapi mereka enggan atau malas, wegah urusan bahkan mungkin juga takut berususan.
Negara tidak boleh kalah dengan preman, karena kalau negara kalah dengan preman maka bisa-bisa negara ini bangkrut. Preman-preman ini benalu, dan selalu saja kontra produktif. Preman bisa saja berkedok malaikat, berbaju ksatria walau senenarnya raksasa yang rakus, serakah dan sama sekali tidak ada upaya memikirkan rakyatnya.
Mereka memang kelompok-kelompok yang mengerikan dan membuat semua ketakutan. Sayang kalau dibalik mereka aparatur ikut preman juga.
Pemberantasan premanisme memang tidak bisa secara parsial atau secara konvensional, karena mereka sudah mengakar, dan sudah menguasai jantung-jantung sumber daya. Perang terhadap premanisme memerlukan pemimpin yang waras, berani visioner dan berkualitas sebagai senopati ing alogo (panglima perang).
Pemimpin karbitan, produk hutang budi berkelas ayam sayur akan hanya cari selamatnya sendiri dan akan menjadi kacung-kacung dari para preman dan mau tidak mau merestui bahkan melindungi. (CDL-120815)