TRANSINDONESIA.CO – Lukisan S Soedjojono berjudul “Kepala Gombal” (kepala yang diganti dengan gombal/kain lap) menggambarkan seorang ndoro berjas dasi kepalamya diganti dengan gombal. Sedang kepala yang asli ditentengnya.
Lukisan karikatural karya sang maestro mencerminkan kedongkolan dan kejengkelanya kepada ndoro-ndoro yang cara berpikirnya model gombal, menjengkelkan dan hasilnya tidak sesuai dengan gayanya.
Lukisan S Soedjojono mungkin masih relevan di masa kini, banyak kepala yang tanpa kompetensi dan ala gombal menguasai sumber daya dan menjadi ndoro-ndoro preman. Parahnya lagi, kepalanya yang asli ditenteng disampingnya, itu menunjukan bahwa otaknya memang tidak dipakai untuk berpikir, mengandalkan kepala gombalnya tadi.
Kepala memang andalan berpikir bukan bersolek, bukan untuk bergaya, tatkala kepala tidak mampu berpikir sebenarnya kepala itu sudah tidak waras atau tidak ada gunanya lagi.
Bisa dibayangkan kalau kepalanya gombal berarti tidak ada otaknya, mungkin berpikirnya hanya untuk menjarah, mendominasi, meningkatkan pungutan, sebagai koordinator pungli, mengajarkan kesesatan, membiarkan berbagai kesalahan, bersekongkol dengan preman dan kelompok-kelompok pecundang.
Banyak hal yang memuakkan dan menjengkelkan karena ndoro ia akan selalu menang dan dimenangkan, karena ndoro sebagai orang kepercayaan god father.
Kepala memang bukan gombal, kepala tetap yang berisi otak sebagai tanda kewarasannya. Tatkala kepala tidak lagi memiliki kepekaan dan kepedulian maka kepala tidak lagi peduli dan tidak mampu merasakan adanya keanehan/kesakitan/kekacauan/kerusakan ditubuhnya .
Kepala yang sudah demikian maka, ia tidak akan tahu arah dan tujuan. Semua dibiarkan menjadi otopilot terkendali semau-maunya para cantrik-cantrik dibawahnya. Yang penting bos senang sudah selesailah tugasnya. Tdk peduli rakyat mau susah, mau sekarat, mau mati sekalipun tidak pernah ada dalam benak dan pikirannya. (CDL-010815)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana