
TRANSINDONESIA.CO – Rasionalisasi mengajak kita melihat segala sesuatu dengan logika dan pemikiran yang sehat (waras) dan yang semestinya.
Menjadi gila atau berpura-pura gila memang kadang mengasyikan, bahkan menjadi candu bagi orang-orang yang enggan memakai logika.
Hal-hal yang salah atau tidak benarpun akan dianggap wajar dan dapat terus dipertahankan. Rasionalisasi dikalahkan dalam tekanan atau keinginan atau kepentingan-kepentingan.
Logika merupakan standar kewarasan, yang semestinya dapat menjadi standar atas kekuatan, profesionalisme, dan berbagai hal yang berkaitan dalam kaitan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, keselamatan dan pertahanan.
Tatkala penguasaan atas logika demi sesuatu yang tidak rasional (hegemoni) meraja lela ini menjadi sebuah tanda-tanda kerapuhan yang menunggu ambang kehancuran.
Menegakkan logika sebagai dasar penentuan kebenaran kadang bagai menegakkan benang basah.
Benarpun, tatkala dianggap tidak tepat, tidak santun, tidak didukung banyak orang dan sebagainya, maka yang benarpun akan diabaikan bahkan dianggap sebuah kegilaan.
Banyak hal gila yang diwaraskan dalam birokrasi yang tidak rasional. KKN misalnya, sebuah kegilaan yang diwaraskan.
Apapun upaya pengobatan untuk sembuh dari KKN tetap dianggap gila oleh para pendukung-pendukungnya yang nyaman hidup dalam kegilaan.
Siapapun yang berusaha mewaraskan bisa jadi akan dibuat gila benar atau bahkan dimatikan.
Sistem-sistem online merupakan obat waras yang sering dimatikan.
Modernitaspun akan menjadi sebuah monumen sampah tatkala diawaki orang-orang yang belm mau waras.
Rasionalisasi akan berhasil tatkala didukung dari political will, pemimpin yang transformasional, dibangunya system-sistem online, SDM yang berkarakter, ada tim transformasi, program-program unggulan, pilot project, system-sistem pendukung monitoring dan evaluasi.
Menjadi waras memang sakit dan sulit serta perlu keberanian serta pengorbanan. (CDL-290415)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana