TRANSINDONESIA.CO – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung menahan Direktur PT Arga Citra Kharisma(PT ACK), tersangka Handoko Lie. Sedangkan dua orang mantan Walikota Medan, Abdilah dan Ruhudman H.juga telah ditetapkan menjadi tersangka terkait kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi pengalihan tanah milik PT KAI menjadi HPL Pemda Tingkat II Medan tahun 1982, penerbitan HGB tahun 1994, pengalihan HGB tahun 2004, serta perpanjangan HGB2011.
Penahanan dilakukan selama 20 hari, terhitung dari tanggal 7 s.d. 26 April 2015 di Rumah Tahanan(Rutan) Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. (sumber: pemberitaan di berbagai mediamassa)PT KAI menyambut baik dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kejaksaan Agung atas upayapenanganan kasus aset PT KAI di Gang Buntu, Medan dengan mengeluarkan keputusan penahanan DirekturPT ACK.
“Sebelumya, PT KAI telah menempuh jalan panjang dalam rangka mempertahankan asetnya seluaskurang lebih 7,3 hektar yang diklaim seolah-olah adalah milik PT ACK. Kondisi lahan milik PT KAI yangdiserobot PT ACK itu kini sudah berdiri mall, ruko, apartemen , hotel, rumah sakit yang semuanya tidakmempunyai IMB,” kata Manager Corporate Communication PT. KAI (Persero) Divre 1 Sumut,Rapino Situmorang dalam siaran persnya yang diterima Transindonesia, Jumat (10/4/2015).
Pengalihan tanah milik PT KAI menjadi HPL Pemerintah Kota Medan pada tahun 1982, pemberian HGB diatas HPL Pemko Medan kepada PT Bonauli pada tahun 1994, pengalihan HGB dari PT Bonauli kepada PTACK pada tahun 2004, serta perpanjangan HGB pada tahun 2011 tersebut merupakan satu urutan kejadianyang terkait dengan Perjanjian Pengelolaan lahan Gang Buntu milik PT KAI.
Konsep awal perjanjian antarapihak swasta dengan PT KAI pada waktu itu diawali dengan rencana PT KAI untuk membangun perumahankaryawan PT KAI dan fasilitas umum lainnya di atas lahan Gan Buntu. Konsep awal ini bermula pada tahun1981. Dengan kurangnya dana milik PT KAI pada waktu itu maka PT KAI mencari pola lain yang akhirnyaPT KAI memilih pola kerjasama dengan pihak swasta.
Pihak swasta tersebut akan membangun seluruhfasilitas perumahan dan pihak swasta mendapat imbalan berupa bidang lahan dari PT KAI. Pola kerjasama tersebut kemudian dituangkan dengan beberapa perjanjian. Dalam kerjasama tersebut padaawalnya PT KAI (dahulu Djawatan Kereta Api) melakukan kerjasama dengan PT Inanta. Kerjasamapengelolaan mengharuskan Djawatan untuk melepaskan hak atas tanah terlebih dahulu dengan pihak swastatersebut. Namun pemerintah pada saat itu tidak menyetujui pelepasan tanah Djawatan dengan pihak swasta.Pemerintah hanya dapat menyetujui apabila pelepasan hak dilakukan dengan pemerintah. Djawatan KeretaApi kemudian melepaskan hak atas tanah kepada
Pemerintah Kota Medan. Pemerintah Kota Medan kemudianmengajukan HPL atas tanah tersebut pada tahun 1982 yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri pada tahunyang sama. Dalam perjalanan waktunya antara tahun 1982 hingga tahun 1994, terjadi perubahan-perubahanatas perjanjian. Salah satu perubahan yaitu pengalihan hak dan kewajiban PT Inanta kepada PT Bonauli padatahun 1989, kemudian perubahan lokasi pembangunan perumahan karyawan pada tahun 1990.(dhona)