
TRANSINDONESIA.CO – Hukum adalah produk kesepakatan bersama, sebagai bagian sebuah peradaban dalam menata kehidupan sosial.
Hukum esensinya adalah, sejumlah aturan untuk memanusiakan manusia, sehigga dalam menangani berbagai konflik secara beradab maupun untuk menata, melindungi dan melayani di masa kini maupun masa yang akan datang.
Aturan-aturan yang tertulis dalam undang-undang atau peraturan-peraturan tidaklah bisa mencakup ke semua lini.
Selalu ada celah hukum. Celah-celah inilah yang sering dimanfaatkan dalam politik, maupun kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok melalui opini dan issue.
Tatkala hukum dicemari dengan opini dan issue hukum sudah terkontaminasi menjadi ajang adu power dan menjadi budak kekuasaan, kepentingan yang tentu saja mengabaikan manusia dan kemanusiaan.
Semua itu, akibat dari adanya kesempatan- kesempatan melakukan kejahatan, maupun pelanggaran sehingga munculah niat sebagai produk keserakahan atau sebagai upaya mempertahankan hidup.
Dikatakan keserakahan karena bukan demi mempertahankan hidup. Dalam memahami hal-hal yang bukan menjadi bagian dari kemanusiaan. Adapun untuk dapat mempertahankan hidup dan kehidupan diperlukan spirit menumbuh kembangkan dan meningkatkan kualitas hidup bagi banyak orang.
Dapat juga dimaknai apa yang dilakukanya berkaitan dengan upaya-upaya memberikan jaminan dan perlindungan HAM.
Opini dan issue muncul dalam penegakkan hukum sering dilakukan demi kepentingan-kepentingan tertentu.
Menegakkan hukum bukan sebagai ajang balas dendam, bukan untuk kepentingn- kepentingan politik atau mencari jabatan, juga bukan demi mendapatkan sesuatu bagi kepentingan pribadi atau kelompok.
Opini publik dan issue yang dihembuskan bisa juga menjadi pembunuhan karakter dalam pengadilan sosial dan pengadilan oleh media.
Terlebih apabila opini dan issue tidak benar dikaitkan dengan hal-hal yang primordial maka akan cepat sekali menyulut kebencian.
Penegakkan hukum yang hilaang keadilanya, akan mudah dijadikan alat atau lahan bagi kaum-kaum oportunis dalam mencapai keinginan dan memenuhi kepentingan-kepentingannya.
Opini publik dan issue diwadahi melaui media sebagai sarana penghakiman dan sebagai alat pembunuhan karakter. “Trial by the press” akan jadi model yang dikembangkan.
Selama penegakkan hukum digunakan semata-mata memberikan efek jera, maka hukum akan digunakan sebagai pembunuh karakter dan ajang balas dendam.
Maka celah-celah inilah akan dimanfaat bagi banyak kepentingan dengan mengatasnamakan hukum.
Hukum semestinya menjadi bagian dari peradaban yang dipahami dalam prinsip-prinsip untuk: 1. Menyelesaikan konflik secara beradab, 2. Mencegah agar jangan terjadi konflik yang lebih luas, 3. Memberikan pelayanan kepada korban dan pencari keadilan, 4. Adanya kepastian dan 5. Edukasi.
Itu semua diharapkan produk penegakkan hukum juga bermanfaat untuk : a. Pencegahan, b. Perbaikan, c. Peningkatan kualitas pelayanan kepada publik, dan d. Pembangunan.
Para penegakk hukum wajib menyadari dengan penuh rasa tanggug jawab dan disiplin bahwa, tugas dan tanggung jawab selain menegakkan hukum juga untuk menegakkan keadilan.
Maknanya adalah penegakkan hukum dalam menegakkan hukum wajib memberikan jaminan dan perlindungan HAM, dilakukan secara profesional dan fair. Tidak melakukan gerakan-gerkan membangun opini publik maupun menyebarkan hasil penyelidikan atau penyidikanya kepada publik sebelum ada putusan hakim yang menyatakan bersalah.
Penegak hukum dalam menegakkan hukum boleh saja mencari atau mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan. Namun bukan untk pribadi atau kelompok-kelompoknya, melainkan untuk institusi dan perjuangan dalam menegakkan hukum dan keadilan. Bukan pula untuk memaksakan dan membangun opini publik atau menebar issue-issue kebencian.(CDL-250115)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana