TRANSINDONESIA.CO – Panjat pinang sering dilaksanakan pada hari-hari besar nasional terutama saat menjelang hari Kemerdekaan RI menjadi lomba faforit warga karena menyajikan berbagai hadiah yang menarik dan tingkat kesulitanya juga cukup tinggi.
Bukan saja kesulitan memanjat, tetapi juga kesulitan menghadapi lawan yang ikut mengganggu atau menarik saat sudah mulai naik ke atas.
Seru memang, penonton bertepuk tangan berteriak dan terdengar gelak tawa yang menunjukan sebuah peristiwa penghibur dan menggembirakan dari berbagai kalangan termasuk semua usia.
Tatkala diterapkan dalam perpolitikan dan kehidupan sosial kemasyarakatan, maka ini akan menjadi kontra produktif.
Maknanya adalah, banyak tindakan-tindakan yang justru demi kepentingn kelompok maupun pribadi yang merusak menghmbat bahkan mematikan produktifitas.
Kelompok-kelompok kontra produktif ini sebenarnya kelompok preman birokrasi, kelompok pro status quo dan kelompok comfort zone.
Bisa juga mereka adalah kelompok-kelompok oportunis yang mengais keuntungan dari konflik atau kekacaun yang timbul dari isu yang dihembuskan atau produk buli-bulian.
Korban dari model politik panjat pinang ini adalah masyarakat, atau yang lemah. Masyarakat akan disuguhi kebingungan-kebingungan dan dampaknya adalah image atau citra yang buruk.
Belum lagi kebijkan-kebijakan yang kontroversial itu ada pelung di buli maka akan menjadi suguhan berita dan eduksi publik yang memamerkan berbagai ketololan dan menghembuskan kebencian.
Negara mempunyai kewajiban-kewajiban bagi terwujudnya kemakmuran, keadilan sosial bagi seluruh bangsa.
Tatakala berbicara negara ini adaalah menunjuk kepada para penyelenggara negara baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun berbagai pelayanan publik lainnya.
Maknanya, upaya-upaya mendukung terwujudnya penigkatan kulitas hidup masyarakat dan terwujudnya keadilan sosial tercermin dari kebijkan, dan implementasinya.
Politik merupakan suatu sistem yang menyangkut kehidupan, harkat dan martabat bangsa yang didalamnya banyak manusia-manusia yang berpengharapan.
Dalam politik society yang di harmoni dan sarat kepentingan rakyat yang akhirnya menjadi korban.
Arogansi sektoral, saling serang dan saling menjatuhkan menjadi ajang balas dendam menghambat kemajuan bangsa. Memperbaiki itu bukan dengan mematikan melainkan dengan menyadarkan.
Tidak akan ada pencapaian tujuan tatkala isinya saling gontok-gontokan dan saling merasa paling benar.
Mampu membunuh karakter, ini bukan sutu keberhasilan melainkan suatu kekalahan juga. Dalam politic society tatklala diisi dan dikuasai kaum oportunis, kaum hedonis dan kaum-kaum yang tidak visioner jangan harap tujuan civil society akan tercapai.
Politik society adalah kebersamaan yang saling menguatkan dan saling mendukung dalam sistem politik negara.
Etika politik akan menjadi dasar bagi para politikus untuk menjalankan kewenangan dan kekuasaan dalam melayani, mengayomi dan melindungi serta menumbuh kembangkan civil society.
Etika politik ini berkaitan dengan moralitas apa yang baik, benar dan ada kepatutan bagi pejabatnya, bagi yang memegang amanah dan kemaslahatan banyak orang.
Maknanya, kekusaan atau kewenangan ada batasan dan pengawasan serta pertanggungjwabannya.
Hukum positif tentu saja belum semuanya melingkupi seluruh ranah politic society maupun civil society. Disinilah nilai-nilai moral akan menjadi pilar penjaga etika kerja para pemegang kekuasaan.
“Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah” bersatu, rukun akan membawa kesejahteraan, konflik atau saling menyerang akan menimbulkan kehancuran.(CDL-20115)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana