TRANSINDONESIA.CO – Pemerintah diminta membuka secara gamblang biaya pencarian pesawat dan korban kecelakaan AirAsia QZ 8501 di perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah.
Menurut pengamat penerbangan, Arista Atmadjati, pihak maskapai AirAsia juga ikut bertanggung jawab dalam pembiayaan operasi pencarian.
“Yang menjadi masalah biaya operasi ini gimana? Masa dibebankan ke pemerintah Indonesia, pihak maskapai juga harus bertanggung jawab,” kata Arista, Selasa (6/1/2015) malam.
Arista menjelaskan, meski pesawat terregistrasi di Indonesia, pihak Malaysia sebagai negara induk perusahaan AirAsia wajib ikut berkontribusi dalam misi pencarian. “Malaysia juga harus mengambil tindakan,” tegasnya.
Karena itulah, penting bagi pemerintah untuk membuka kepada publik berapa biaya operasi pencarian ini pesawat yang jatuh setelah tinggal landas dari Bandara Internasional Juanda, Minggu 28 Desember lalu itu. Terlebih, pencarian masih akan terus berlangsung hingga Presiden sebagai pimpinan tertinggi dalam misi pencarian menyatakan operasi dihentikan.
“Seharusnya dibuka ke publik, besaran biaya operasi ini berapa. Didapat dari mana saja sehingga masyarakat bisa tahu semua masalah ini,” katanya.
Dia khawatir kasus AirAsia mengulang nasib maskapai Adam Air yang mengalami kebangkrutan pascaoperasi pencarian selama berbulan-bulan untuk mencari pesawatnya yang hilang di perairan Sulawesi pada 2007 silam.
Arista juga menyarankan agar AirAsia berkoordinasi dengan pemerintah mengenai pembiayaan operasi ini, mengingat pihak maskapai juga wajib membayar asuransi kepada keluarga korban yang jumlahnya sangat besar.
“Berkaca dari Adam Air, dia kan langsung bangkrut setelah operasi pencarian dilakukan lebih dari dua bulan,” pungkas Arista.(okz/met)