TRANSINDONESIA.CO – Legislator DPRD Riau menyatakan masyarakat provinsi setempat tidak menikmati pembangunan yang ada di dalam Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2014 karena hanya terserap untuk gaji dan tunjangan.
“Saya rasa masyarakat tidak menikmati pembangunan dan APBD 2014. Itu bisa ditanyakan langsung. Yang terserap itu hanya gaji dan tunjangan serta beberapa kegiatan fisik yang kecil saja,” kata Legislator DPRD Riau, Noviwaldy Jusman di Pekanbaru, Jumat (2/1/2015).
Hal ini dikatakannya untuk menanggapi serapan anggaran APBD 2014 yang diklaim oleh Pemerintah Provinsi Riau 63,10 persen keuangan dan 66,51 persen fisik. Akan tetapi Noviwaldy meragukan angka tersebut dan menilai tercapai 50 persen saja sudah bagus.
Bahkan, dia memperkirakan bahwa sisa lebih anggaran (silpa) 2014 bisa mencapai 60 persen atau Rp5 triliun dari total APBD Rp8,7 triliun. Logikanya, lanjut dia, melihat kegiatan fisik dan bantuan sosial yang banyak gagal.
“Serapan bisa tertolong hanya karena belanja pegawai dan bantuan hibah dana bagi hasil ke kabupaten/kota. Ini jelas bukan suatu prestasi, apalagi yang menikmati APBD itu hanya pegawai dan pemerintah kabupaten/kota saja,” sebutnya.
Meskipun begitu dia mengatakan pihak DPRD Riau belum bisa mengambil sikap menyikapi hal tersebut. Dewan, kata dia, harus menunggu Laporan Kerja dan Pertanggungjawaban Kepala Daerah terlebih dahulu apakah menerima, menolak, atau pun memberi rapor merah.
Ditambahkannya, LKPJ baru bisa disampaikan oleh Kepala Daerah juga setelah menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Diperkirakan laporan itu baru bisa terealisasi pada Mei 2015.
“Itu tergantung dengan kecepatan audit,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman pada akhir tahun mengatakan target 70 persen serapan APBD 2014 gagal tercapai. Realisasi hanya sekitar 60 persen lebih dan silpa diperkirakan Rp3 triliun.
“Puas tidak puas itulah yang bisa kita lakukan, keinginan kita lebih dari itu. Yang penting kualitasnya lebih baik,” ujarnya.
Rendahnya serapan itu, lanjutnya, karena banyaknya proyek yang tidak bisa dituntaskan, transformasi kepemimpinan, dan lambannya proses realisasi.(ant/ful)