TRANSINDONESIA.CO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo memastikan bahwa dari Januari hingga Desember 2014, tindak pidana korupsi di daerah itu, didominasi kasus-kasus “mark up” atau penggelembungan anggaran.
Wakil Kejati Gorontalo Herman Kudubun, Selasa, mengungkapkan, sejak Januari hingga Desember 2014, pihaknya menangani 13 kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintahan, anggota legislatif hingga rekanan swasta.
Salah satu contoh kasus korupsi dengan modus mark up adalah korupsi pemeliharaan aset pipa Perusahaan Daerah Air Minum di Kabupaten Gorontalo tahun 2010/2011, dengan terdakwa adalah Tari Ahmad selaku direktur Badan Usaha Milik Daerah itu.
Tari divonis hukuman 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 8 bulan penjara, serta wajib mengganti kerugian negara sebesar Rp3,1 miliar.
“Dia dinyatakan telah memperkaya diri sendiri dan dijerat dengan Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” kata Herman.
Herman menambahkan, Tari tidak terima dengan vonis dari majelis hakim, dan sekarang mereka sedang dalam proses mengajukan banding.
Herman menjelaskan, dalam beberapa waktu mendatang modus korupsi di Provinsi Gorontalo diperkirakan bakal berganti ke modus pelepasan aset pemerintah yang bergerak, seperti mobil dinas operasional yang diprivatisasi, di mark down atau diturunkan harganya secara drastis.
Selain itu, potensi korupsi lainnya juga pada sektor pelayanan publik dan perizinan, terutama di sektor pajak di tingkat kabupaten dan kota setempat.
“Sekarang memang belum terlihat, tapi bisa berpotensi pada masa mendatang, sebab pajak terbesar ada di tingkat kabupaten dan kota,” ujar Herman.(ant/jei)