Kenaikan BBM Cekik Wong Cilik (3)

Tolak kenaikan BBM
Tolak kenaikan BBM

TRANSINDONESIA.CO – Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memprediksi inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubdisi sebesar Rp1000/liter akan menyumbang inflasi 1,2 persen. “Jadi tinggal dikalikan saja dengan berapa kenaikannya,” ujarnya.

Naiknya berapa? Wacana penaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter atau sekira 40 persen hingga 50 persen pada November 2014 ini dinilai Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Anton Hendranata terlalu tinggi. Kebijakan itu sangat berisiko bagi Jokowi-JK yang baru memimpin negara ini.

Realisasi rencana tersebut menurut dia harus dibarengi dengan kesiapan dana kompensasi untuk masyarakat miskin. Pemerintahan SBY telah menyediakan cadangan dana Rp5 triliun yang bisa digunakan pemerintahan baru sebagai anggaran mitigasi kenaikan harga BBM. Namun, dana ini hanya cukup untuk mengompensasi November, Desember masing-masing sebesar Rp2,5 triliun.

Saat harga BBM naik Rp2.000/liter tahun lalu, katanya, pemerintah menggelontorkan dana kompensasi Rp29 triliun atau Rp 4,8 triliun setiap bulan selama 6 bulan.

“Jadi dengan kenaikan harga di era Jokowi-JK Rp3.000/liter misalnya, jika dana kompensasinya lebih kecil dari tahun lalu, itu tidak masuk akal,” katanya.

Dengan pertimbangan tersebut, dia mengusulkan agar pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM secara bertahap. “Di November ini naikkan harga Rp1.000 per liter, lalu kembali naik pada Maret 2015 saat musim panen sebesar Rp1.500 atau Rp 2.000 per liter,” katanya.

Selain lebih masuk akal, Anton beralasan, penaikan harga BBM secara bertahap akan mengendalikan lonjakan laju inflasi. Bila langsung naik dengan Rp3.000/liter bulan ini, “Bisa shock mendadak, inflasi bisa loncat 8,5 persen plus inflasi angkutan umum. Harga-harga akan sangat mahal, dan masyarakat bisa ngamuk.” Sebaliknya, Kepala BPS, Suryamin menyarankan agar penaikan harga BBM bersubsidi dilakukan sekaligus, jangan secara bertahap. Jika pemerintah berencana menaikkan dengan Rp3.000/liter, maka sebaiknya langsung saja agar tidak menimbulkan spekulasi berkepanjangan.

Dia berpendapat, jika harga dinaikan secara sekaligus maka inflasi jadi bisa lebih dikontrol. Terutama terkait inflasi akibat dampak tidak langsung yang diperkirakannya bisa mencapai 2 persen. “Ini akan menyebar dalam 6-7 bulan. Tidak sekaligus. Setelah itu kemungkinan harga-harga bisa kembali normal,” ujarnya.

Sementara itu Presiden Joko Widodo yang mulai memberikan sinyal untuk menaikkan harga BBM bersubsidi menyatakan dirinya siap tidak populer dalam mengambil kebijakan itu. “Ada yang bilang nanti tidak populer, saya jadi pemimpin bukan untuk populer kok. Itu tanggung jawab pemimpin, kebijakan pasti ada risikonya,” katanya.

Jokowi kemudian menjabarkan subsidi BBM yang mencapai Rp714 triliun selama lima tahun terakhir. Dia membandingkan anggaran untuk kesehatan dan infrastruktur. “Anggaran kesehatan Rp202 triliun dan infrastruktur Rp577 triliun, ini masih kalah dari BBM bersubsidi.” Mantan Gubernur DKI Jakarta itu khawatir dengan APBN 2015 yang hanya sekitar Rp2019 triliun tidak akan cukup untuk membawa perubahan apabila subsidi BBM tidak dialihkan ke sektor produktif.

Menurut Jokowi, bila tak ada perubahan maka lebih dari setengah uang negara justru habis untuk subsidi BBM dan membayar utang luar negeri beserta bunganya. Saya bilang soal mengalihkan subsidi BBM, tentang kenaikan harga BBM masih dihitung dan menunggu kalkulasi matang serta kartu perlindungan sosial terdistribusi dengan lancar. Namun Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo memprotes rencana penaikan harga BBM bersubdisi ini dan akan mempimpin aksi turun ke jalan karena kebijakan tersebut ujung-ujungnya hanya akan menyengsarakan rakyat.

Bisa jadi apa yang dikatakan Ketua DPC PDI Perjuangan Solo ini benar adanya – Joko Widodo dan Jusuf Kalla seharusnya terlebih dahulu memberantas mafia migas dari hulu ke hilir yang kian merajalela. “Mafia migas harus dimusnahkan dulu, itu sesuai janji kampanye presiden Jokowi,” katanya.(ant/sis)

Share
Leave a comment