
TRANSINDOENSIA.CO – Pelaku pariwisata yang tergabung dalam sejumlah organisasi di Bali mengeluhkan mahalnya biaya penerbitan sertifikasi kompetensi bagi para pekerja sektor jasa tersebut.
“Mereka perlu sertifikasi kompetensi agar bisa bersaing dengan pekerja lain dan bekerja di luar negeri tetapi kendalanya itu (sertifikat kompetensi) mahal,” kata Ketua Gabungan Industri Pariwisata (Gipi) Bali, Ida Bagus Ngurah Wijaya ditemui saat dialog pelaku pariwisata di Denpasar, Kamis (13/11/2014).
Senada dengan Ngurah Wijaya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dalam kesempatan yang sama juga mengeluhkan bahwa sertifikasi kompetensi pekerja sektor pariwisata sangat diperlukan apalagi menjelang pemberlakuan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Ia menyebutkan bahwa pekerja sektor perhotelan dan restoran di Pulau Dewata, hingga 2013 baru sekitar 9.000 pekerja yang memiliki sertifikat kompetensi dari total lebih dari 300.000 orang.
“Biaya sertifikasi berkisar Rp75 ribu sampai Rp700 ribu untuk satu item. Semakin tinggi jabatan pekerja, maka item-nya semakin banyak,” kata Oka Artha Ardana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace.
Ia mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk membantu mempermudah biaya sertifikasi kompetensi bagi pekerja sektor pariwisata.
“Biaya dibebankan ke pemerintah tetapi karena dananya terbatas maka sebagian ditanggung perusahaan dan tenaga kerja,” katanya.
Sementara itu Ketua Serikat Pekerja Pariwisata Kabutaten Badung, Satya Wira menyatakan bahwa para pekerja di bawah organisasinya dibantu oleh pemerintah daerah setempat untuk pembiayaan sertifikasi kompetensi.
“Tahun 2014 kami minta 200 orang dengan biaya dari APBD Badung sebesar Rp200 juta sedangkan tahun 2015, kami minta menjadi 400 orang dan Pemerintah Kabupaten Badung menyanggupi,” katanya.
Badung merupakan kabupaten terkaya di Bali dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang sebagian besar ditopang dari sektor jasa pariwisata.
Tahun 2014 total PAD kabupaten tersebut tercatat paling tinggi dibandingkan daerah lainnya yakni Rp2,2 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya Rp1,8 triliun.(ant/oki)