Panglima: Konflik Timur Tengah Lahirkan ISIS

Dari kiri ke kanan: KH. Hasyim Muzadi, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, Kepala BNPT Ansyad Mbai, dan Direktur Timur Tengah Kemenlu Febrian Alphyanto Ruddyard, dalam acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS) memenuhi permintaan pimpinan pesantren Al-Hikam pada Kamis (30/10/2014).(ist)
Dari kiri ke kanan: KH. Hasyim Muzadi, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, Kepala BNPT Ansyad Mbai, dan Direktur Timur Tengah Kemenlu Febrian Alphyanto Ruddyard, dalam acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS) memenuhi permintaan pimpinan pesantren Al-Hikam pada Kamis (30/10/2014).(ist)

TRANSINDONESIA.CO – Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko sebagai pembicara dalam acara International Conference of Islamic Scholars (ICIS) memenuhi permintaan pimpinan pesantren Al-Hikam, Bapak KH. Hasyim Muzadi, dalam berbagi pandangan terkait pokok tema “TNI dan Keamanan Nasional, khususnya dalam konteks konflik dan proses demokratisasi di Timur Tengah”, yang kita kenal dengan “Arab Spring”, dengan mengundang tokoh dari Irak dan Syiria untuk membahas persoalan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Pondok Pesantren Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, Kamis malam (30/10/2014).

Dalam ceramahnya Panglima TNI menegaskan bahwa kebersamaan segenap rakyat dan komponen bangsa, dalam hal ini kebersamaan antara TNI dan rakyat, termasuk keluarga besar Pondok Pesantren Al-Hikam,  akan dapat melanjutkan pembangunan bangsa ini, serta dapat memelihara dan menjaga NKRI, “Bersama Rakyat TNI Kuat  dan Bersama TNI Rakyat Kuat”, itulah slogan yang terus didengungkan dalam rangka menjaga serta mempertahankan kedaulatan, melindungi seluruh tanah tumpah darah Indonesia dan membangun kesejahteraan rakyat, menuju negara yang bal’datun toyyibatun warobbun ghofur, tuturnya.

Pada kesempatan tersebut, Panglima TNI mengatakan, bahwa dari perspektif TNI, kita harus terus merevitalisasi dan mereaktualisasi spirit memperkuat ketahanan nasional dan jatidiri bangsa, agar tidak terjadi diskontinyuitas terhadap pemikiran, sikap dan tindakan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Penanganan terorisme mempengaruhi hubungan antar negara dengan semakin menguatnya kerja sama di bidang pertahanan yang menempatkan penanganan isu terorisme sebagai agenda utama.

Seperti kita ketahui bersama bahwa dampak serangan teroris 11 September 2001 telah membawa beberapa implikasi.

Pertama, terorisme merupakan ancaman nyata yang mengancam jiwa manusia dan mengancam seluruh negara. Kedua,  sebagai ancaman nyata, isu terorisme menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan dimana aksi terorisme akan terjadi, sehingga menuntut kesiapsiagaan yang prima. Ketiga,  penanganan terorisme memaksa adanya peningkatan kerjasama pertahanan menjadi lebih intensif dan progresif. Keempat, penanganan terorisme dengan menggunakan kekuatan militer menjadi salah satu pilihan strategi pertahanan, sehingga harus ada aturan yang jelas agar tidak berbenturan dengan norma-norma demokrasi dan hak asasi manusia.

Jenderal TNI Dr. Moeldoko menambahkan, konflik timur tengah secara spesifik telah melahirkan ancaman global baru, yaitu lahirnya kelompok radikal ISIS.

Berkembangnya kelompok radikal ISIS telah menjadi kegelisahan internasional, disebabkan oleh : Pertama, fenomena meningkatnya warga negara di kawasan Eropa, Amerika dan Asia serta  kawasan Asia Pasifik, dengan kelompok negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kedua, organisasi teroris ISIS lebih buruk dibandingkan Al Qaeda, dengan tentara yang dilengkapi persenjataan, yang telah banyak korban atas kebrutalan ISIS. Ketiga, ISIS bergerak menggunakan strategi terselubung bernama “the hornet’s nest”  atau strategi “sarang lebah hornet”, yaitu strategi yang bertujuan membawa semua ekstrimis-ekstrimis utama dunia, untuk bergerak ke satu tempat atau tujuan, dan sebagian besar untuk mengguncang stabilitas negara yang dianggap musuhnya.  Melalui manusia-manusia bergaris keras ini maka akan memunculkan paham-paham yang juga bergaris keras, pelan namun pasti, ajaran ditekuk, dipelintir, digeser, disalah-artikan, lalu merekrut pengikut yang juga bergaris keras.   Kemudian ratusan bahkan ribuan orang yang memiliki naluri “satu species” ini pun menjadi alat untuk mencapai tujuan ISIS.

Perkembangan keanggotaan ISIS dari warga negara asing ini telah menjadi kekhawatiran negara yang bersangkutan, karena dipastikan akan berdampak pada tumbuhnya jaring kelompok ISIS di negara asal, yang akan membahayakan ketentraman, kerukunan etnis dan agama, serta keberagaman masyarakat suatu negara. ISIS telah jelas menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia.

Untuk itu, Indonesia harus kuat, rakyatnya harus bersatu, harus membangun ketahanan umat dan membangun ketahanan nasional, karena kita tidak ingin  ingin menjadi jawaban who the next ?

Dari perkembangan timur tengah. Dalam konteks tugas pokok sebagai komponen utama sishankamrata atau sishanta, TNI telah berupaya membangun profesionalisme, militansi serta berupaya untuk tetap dekat dan dicintai rakyat Indonesia, karena sesungguhnya totalitas kekuatan keamanan nasional kebersamaan TNI dan rakyat untuk  menghadapi segala bentuk ancaman apapun.

Dalam pelaksanaan tugas tersebut,  khususnya tugas militer selain perang, TNI menggunakan pendekatan preventif atau pencegahan.

Untuk itu, selaku pimpinan TNI, Panglima TNI menegaskan bahwa TNI tidak memberikan toleransi dan akan mencegah berkembangnya kelompok radikal ISIS di Indonesia, dan saya yakin para kyai dan segenap santri sependapat, bahwa ISIS tidak boleh hidup di muka bumi Indonesia.

Guna mencegah berkembangnya ISIS, mari kita hadapi ISIS dengan “SUMUK”, yaitu Solidaritas Umat Muslim Untuk Ke-Bhineka-an, yang kekuatannya dilandasi oleh Pancasila, NKRI harga mati, masyarkat Indonesia yang terbuka dan toleran, serta kebersamaan rakyat-para kyai dan santri dengan TNI.

Di akhir kuliahnya Panglima TNI mempersilahkan para kyai membentuk “SUMUK” dengan TNI, karena TNI juga memiliki perwira tinggi pembinaan mental di bidang kerohanian Islam. Pada sisi lain, saya persilahkan para kyai membangun kerjasama dengan aparat komando kewilayahan TNI, Kodam, Korem, Kodim dan Koramil, guna membina kerukunan umat serta membina kebersamaan antar umat beragama dan etnis.

Kebersamaan rakyat-para Kyai dan santri dengan TNI harus terus dibangun, karena itulah totalitas kekuatan negara, dalam mencegah dan mengatasi ancaman, seperti halnya ISIS dan radikalisme lainnya. “dalam konteks hubungan internasional dan membangun kerjasama antar angkatan bersenjata, selaku pimpinan TNI, saya akan membawa masalah ISIS dan isu radikalisme global dan regional lainnya ke dalam forum konfrensi antar Panglima Angkatan Bersenjata se Asia dan Asia Pasifik, sebagai bagian dari masalah keamanan regional”.

Dalam kaitan tersebut, kiranya para Kyai dapat membantu TNI, terkait pengumpulan informasi perkembangan kelompok radikal di Indonesia dan regional, terutama yang terkait dengan perkembangan ISIS.

Seminar dengan tema “Konflik dan Proses Demokratasi di Timur Tengah” ini digelar ICIS bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI. “Seminar ini antara lain ingin menggali akar masalah ISIS dari orang Irak dan Syiria sendiri. Karena itu, tokoh Irak dan Suriah dihadirkan ke Indonesia,”.

Pembicara lain perwakilan dari Dewan Waqaf Sunni Irak, Kemenlu Irak, BNPT Irak, dan Kemenlu Suriah. Selain itu juga hadir mantan tokoh dan pendiri Jamaah Islamiyah Mesir Najih Ibrahim dan Duta Besar Palestina Fariz Mehdawi.

Pembicara dari dalam negeri antara lain Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, Kepala BNPT Ansyad Mbai, dan Direktur Timur Tengah Kemenlu Febrian Alphyanto Ruddyard.(sof)

Share
Leave a comment