TRANSINDONESIA.CO – Semua perempuan suka belanja. Terutama berbelanja pakaian, sepatu, kerudung, aksesoris, dan pernik lainnya. Bagi beberapa orang, belanja namun tak sekadar memuaskan keinginan memiliki barang baru.
Kecanduan belanja tak ubahnya kecanduan lain, misalnya narkoba, bagi beberapa orang. Mereka pun tidak bisa merasa bahagia sampai kartu kredit digesek habis di toko-toko atau semua barang yang diinginkan benar-benar sudah di tangan. Kebanyakan dari pecandu belanja bahkan tidak merasa sudah menghabiskan uang yang sangat banyak sampai mereka menyadari kalau kebiasaan belanjanya membahayakan.
Menurut peneliti dari Universitas Indiana, seperti dikutip dari laman Addictions, Jumat (24/10/2014), pembelanja kompulsif umumnya muncul saat musim liburan atau menjelang hari raya. Kebutuhan eksesif untuk berbelanja itu menimbulkan tumpukan barang yang tidak benar-benar dibutuhkan.
Kecanduan belanja memiliki nama medis Omniomania, artinya belanja kompulsif dan mungkin juga menjadi kecanduan yang secara sosial didukung oleh orang lain. Kecanduan belanja juga ditandai dengan keinginan yang meluas untuk membeli sesuatu dan membeli barang yang diinginkan, meskipun orang tersebut tidak sanggup membayarnya.
Kecanduan ini bukan baru terjadi. ‘Penyakit’ ini telah terjadi pada jutaan orang selama bertahun-tahun, bahkan bisa ditelusuri terjadi sejak abad ke-19.
Efek negatif kecanduan belanja tak hanya merugikan kantong. Dampaknya bisa bersifat fisik, emosional, dan mengakibatkan kecanduan.
Kecanduan belanja bisa dikategorikan bila pengidapnya melakukan hal-hal ini. Mulai dari menghabiskan banyak uang ketika sebenarnya tidak punya uang banyak untuk dibelanjakan.
Berbelanja untuk mengobati sakit hati atau keresahan, lalu merasa cemas tentang berbelanja, merasa bersalah atau marah setelah berbelanja atau setelah menghabiskan uang banyak.
Gejala lain adalah berkurangnya rasa percaya diri sebagai akibat dari terlalu banyak belanja, ketika sebenarnya tidak berniat untuk belanja banyak. Dan gejala terakhir adalah putusnya hubungan sosial sebagai akibat dari ingkar janji kepada keluarga atau teman yang meminta untuk berhenti berbelanja.(rol/sis)