Kontroversi Pernyataan Wakapolda “Harus Ada Yang Mati”

Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Pol Sudjarno.(dok)
Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Pol Sudjarno.(dok)

TRANSINDONESIA.CO – Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Sujarno meminta seluruh personel reserse Polda Metro Jaya tak takut menembak pelaku kejahatan dan perusuh saat demonstrasi. Jenderal bintang satu itu meminta personelnya tak perlu takut atas isu HAM.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pernyataan Brigjen Pol Sujarno itu amat berbahaya. Sebab dapat menimbulkan multitafsir di kalangan personelnya.

“Saya pikir itu sangat berbahaya jika dikatakan secara simbolik begitu saja. Itu kan multitafsir. Benar kalau polisi punya kewenangan untuk tembakan melumpuhkan tapi ada tahapannya,” kata Ketua Biro Penelitian Hukum dan HAM KontraS, Chrisbiantoro kepada merdeka.com di kantor KontraS, Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Menurutnya, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh polisi untuk melakukan penembakan. “Misalnya kalau peraturan Kapolri tentang anarkisme itu ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, seperti jika membahayakan anggota kepolisian, membawa senjata tajam, merusak kepentingan umum, itu bisa saja dilumpuhkan di kaki, tapi itu juga harus diawali dengan tembakan peringatan di udara baru tembakan melumpuhkan di kaki,” katanya.

Dia takut pernyataan Brigjen Pol Sujarno tersebut akan ditafsirkan secara sempit oleh personel yang ada di lapangan. Sebab, personel yang ada di lapangan tak memiliki referensi yang cukup.

“Seperti dalam kasus penembakan buruh Freeport, ini juga mengklaim sudah sesuai dengan peraturan tentang penembakan yang terjadi karena anarkisme, padahal polisi tidak perlu melakukan penembakan saat itu, atau yang terjadi di pelabuhan di Bima yang menewaskan 3 orang 24 Desember 2011 itu juga karena kasus pernyataan yang hampir sama, ‘tembak saja,” katanya.

Dia mengatakan, peraturan di internal kepolisian itu disederhanakan oleh petinggi kepolisian. Hal itu terlihat dari seringnya petinggi kepolisian memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penembakan. Parahnya, mereka menyuruh tak perlu takut pada HAM.

“Saya pikir pernyataan yang membahayakan dan keliru, karena saya pikir mereka benar bisa membatasi hak orang, tapi prosedurnya juga harus diikuti,” katanya.

Sebelumnya, Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Pol Sujarno meminta seluruh personel reserse Polda Metro Jaya berani bertindak tegas terhadap pelaku kriminal. Jika memang langkah tembak di tempat diperlukan, maka hal itu harus dilakukan oleh personel reserse.

“Setiap mau rilis curas, saya lihat dulu tersangkanya, kok kakinya mulus-mulus saja (tidak ada bekas luka tembak karena dilumpuhkan polisi). Jadi, jajaran serse ya, tidak ada orang yang tidak senang, kalau kita beri tindakan tegas,” kata Sujarno dalam pidatonya di hadapan 1.435 personel reserse dalam acara ‘Revitalisasi Kring Serse’ Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, Selasa (14/10/2014).

Sujarno mengaku pernah menantang Kapolsek Penjaringan dengan memberi sejumlah peluru. Dia meminta agar peluru tersebut digunakan untuk menangkap pelaku kejahatan.

“Saya bilang, saya nggak mau tahu, minggu ini ada yang mati. Besoknya, ada yang mati. Pelaku (kejahatan),” katanya.(mrd/yan)

Share