TRANSINDONESIA.CO – Kejadian peristiwa tenggelamnya Kapal Motor Boat Nelayan di Jalur Alur Pelayaran Perairan Pelabuhan Kelas III Sei Berombang, Labuhanbatu, Sumatera Utara, yang menewaskan sejumlah 20 Orang warga, Rabu 30 Juli 2014 lalu hingga kini belum ada proses hukum yang jelas dan siapa yang harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
“Hal ini menjadi tanda tanya bagi masyarakat khususnya keluarga korban,” ujar Muhammad Juhri Rambe,SE Kabid Humas Lembaga NGO Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Labuhanbatu, Rabu (8/10/2014) di Rantauprapat.
Menurut Juhri, yang harus bertanggungjawab secara hukum atas kejadian peristiwa itu adalah Kepala Syahbandar Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Sei Berombang, M.Natsir Ritonga,SH yang mengeluarkan Rekomendasi Mendirikan Bangunan Tiang Tangkul di Perairan Bandar Sei Berombang, kecamatan Panai Hilir.
“Lebih kurang 230 titik terdiri dari 4600 batang tiang tangkul jenis penangkap ikan beroperasi di alur pelayaran perairan Bandar Sei Berombang dan sejumlah tiang-tiang tangkul ini berada di jalur lalu lintas alur pelayaran perairan laut Sei Berombang. Sementara izinnya hanya sebentuk rekomendasi dari Kepala Syahbandar Sei Berombang,”katanya.
Lebih lanjut Juhri menjelaskan, bahwa pihaknya telah menemukan sebentuk surat rekomendasi yang diberikan pihak Syahbandar Sei Berombang kepada salah seorang pengusaha penangkap ikan warga jalan Ahmad Yani Lingkungan IV,Kelurahan Sei Berombang, atas nama Ance Wijaya. Nomor PU.0152/20/KUPP/SBg-2014, tertanggal 21 Juli 2014 berlaku hingga 20 Juli 2015.
“Ini hanya sebentuk rekomendasi dan bukan izin alat penangkap ikan jenis tiang tangkul dan dalam rekomendasi itu ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi oleh pemohon. Namun anehnya, hanya dengan mengkantongi surat rekomendasi ini pihak pengusaha sudah melakukan aktifias dengan mendirikan pancang-pancang tiang tangkul sekaligus mengoperasikannya tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam rekomendasi itu. Dampaknya, tiang-tiang tangkul itu menelan korban, dan yang harus bertanggung jawab atas kejadian itu adalah pihak Syahbandar karena tidak melakukan pengawasan sebagai implementasi rekomendasi yang mereka berikan kepada pemilik-penilik tiang tangkul yang beroperasi di alur pelayaran perairan Bandar Sei Berombang itu,” tegas Juhri.
Kepala Kantor Syahbandar Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Sei Berombang, M.Natsir Ritonga,SH ketika dikonfirmasi melalui Wakil Kepala Kantor Syahbandar Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Sei Berombang, Pardamean Manalu kepada wartawan mengaku, bahwa pihaknya memang benar memberikan rekomendasi mendirikan bangunan di perairan Bandar Sei Berombang.
“Kami hanya memberikan rekomendasi kepada pemohon sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin tangkap ikan jenis tangkul dari dinas terkait dan itu bukan sebentuk izin tapi hanya rekomendasi sesuai formulir,”terang Manalu.
Ketika ditanya terkait siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab secara hukum atas kejadian peristiwa tenggelamnya Kapal Motor Boat Nelayan yang menewaskan sejumlah 20 orang warga Sei Berombang itu, Manalu mengatakan, itu masih dalam proses penyidikan oleh pihak yang berwajib dan kita tidak mencampuri hal itu.
Namun yang pasti dalam peristiwa ini ada kelalaian dari pihak tekong/nahoda KM Bout nelayan yang mengangkut sejumlah penumpangnya.
” Siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini, itu tugas penyidik kepolisian yang akan menetapkan siapa tersangkanya dan sudah sejauh mana prosesnya kita tidak mencampuri, itu wewenang aparat penegak hukum,”kata manalu.
Pihak pemilik tiang tangkul tidak ada yang membuat tanda-tanda atau rambu-rambu pada setiap tiang tangkul yang dapat kelihatan pada malam hari sesuai ketentuan dalam rekomendasi, Pardamean Manalu tidak bersedia memberikan komentar.”Itu tugas penyidik,” tandasnya sembari mengatakan untuk Alur DLKP wilayah Pelabuhan Kelas III Sei Berombang tidak ada ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.(bus)