Deputi Kementerian PDT Berbisnis Dengan penyuap Bupati

Pengadilan Tipikor.(dok)
Pengadilan Tipikor.(dok)

TRANSINDONESIA.CO – Deputi bidang Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Suprayoga Hadi mengakui bahwa dirinya memiliki hubungan bisnis dengan Teddi Renyut.

Teddi Renyut adalah pengusaha yang menyuap Bupati Biak Numfor untuk mendapatkan proyek pembangunan Tanggul Laut (Talud) di kabupaten Biak Numfor dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014.

“Tidak ini hubungan antarkawan saja B to B (business to business),” kata Suprayoga dalam sidang untuk terdakwa Teddy Renyut di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (15/9/2014).

“Saya bacakan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saudara pada butir 15 mengatakan bahwa ‘Dari Teddy saya terima fasilitas sertifikat tanah 5 buah, 2 sertifikat tanah Darmaga Bogor Parung dan 3 sertifikat lagi di Sukabumi dan Jatinangor, sertifikat itu digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman. Teddy juga membayarkan kos-kosan di Bogor,” kata jaksa.

Suprayoga membenarkan hal tersebut.

“Saya memang ada tanah yang akan dibangun kos-kosan di Bogor, lalu nanti sistemnya bagi hasil, saya yang agunkan 5 sertifikat saya kepada terdakwa. Jadi sebenarnya saya lebih banyak memberi, ini adalah ‘business to busineess’ tidak ada menerima dalam konteks ini,” kata Suprayoga.

Sertifikat tersebut kemudian digunakan Teddy untuk mendapatkan kredit dari Bank Papua.

“Saya tidak tahu untuk mendapatkan kredit di mana, tapi sesuai kesepakatan awal, saya pinjamkan sertifikat untuk membangun kos-kosan dengan sistem bagi hasil,” jelas Suprayoga.

Belakangan diketahui bahwa Teddy memberikan uang sebesar 100 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp950 juta untuk diberikan kepada Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk.

Uang tersebut di pengadilan terungkap berasal dari pengajuan kredit yang dikeluarkan oleh Bank Papua.

Teddi Renyut dalam kasus ini didakwa dengan dakwaan subsidaritas yaitu dari pasal 5 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.(ant/fer)

Share
Leave a comment