TRANSINDONESIA.CO – “Barang Siapa……..”, adalah sistim peradilan kita yang sampai saat ini masih digunakan dalam penegakan hukum kita.
Padahal, dalam Electronic Law Enforcement (ELE) tidak selalu dengan foto orang, tetapi bisa dibuat atau dilakukan dengan foto nomor kendaraan.
Saat ini, ada wacana akan diterapkannya pemungutan biaya pada jalan-jalan protokol dalam rangka mengendalikan pergerakan atau mobilitas kendaraan (kemacetan) untuk berlalu lintas, dan memperbaiki sarana dan prasarana (infrastruktur) dengan cara membayar melalui Electronic Road Pricing (ERP).
Maka, kewajiban bagi pengguna jalan yang sudah ditentukan melalui pembayaran dilakukan dengan media electronic.
Menurut Dr.Tri Tjahjono (pakar transpoertasi dari Universitas Indonesia) mengatakan, “Ada dua isu yang salah kaprah dalam istilah ERP. Seharusnya istilah generiknya hanya road pricing atau congestion charging. ERP adalah cara untuk mengcollect uang tetapi ERP tidak bisa jalan kalau tidak ada cara untuk meng-enforcement-kannya. Dalam proses penerapan ERP payung hukumnya adalah dengan Peraturan Prersiden (PP),”
Masih menurut Tri, “Sepengetahuan saya, RPP (Rancagan Peraturan Presiden) yang diajukan ke Setneg hanya cara mengcollect uang, dan cara marking agar uang dapat kembali untuk dana transportasi umum”.
Yang seharusnya, proses penegakkan hukumnya juga dimasukan, karena penerapan ERP bukan masih teknis saja, namun berbagai masalah yang kompleks akan muncul.
Apabila terjadi berbagai pelanggaran hukum, apa yang akan dilakukan? Dan apabila penegakan hukumnya harus dengan electonik, apa pula yang harus disiapkan?
Dari sisi penegakan hukum penggunaan media electronic adalah suatu kemajuan yang boleh diberikan apresiasi. Akan tetapi, ide yang bagus ini harus didukung dengan sarana, SDM, dan perangkat hukum yang memungkinkan ide itu dapat ditegakkan.
Pertanyaannya, sudah siapkah Polri untuk melaksanakanya? Mengapa Polri yang harus menegakkanya?
Polri bekerja ditempat umum (salah satunya jalan raya). Ditempat umum semua orang punya hak dan kewajiba yang sama. Jalan raya sebagai lalu lintas adalah urat nadi kehidupan, karena segala aktivitas untuk menghasilkan produk-produk yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagian besar menggunakan dan didukung lalu lintas.
Penegakan hukum dengan upaya paksa, adalah menggambil sebagian atau sepenuhnya hak orang lain. Maka tidak boleh semua institusi atau kelompok-kelompok kemasyarakatan melakukan penegakkan hukum ditempat umum.
Selain itu, ide penggunaan dan penerapan sesuatu yang diatur dalam RPP tidak boleh diajukan oleh salah satu stake holder secara sembunyi-sembunyi tanpa koodinasi dan harmonisasi antar departemen.
Karena penanganan suatu masalah yang diatur dalam RPP adalah multi sektor.
Sebagai contoh, akan diterapkanya ERP harus dibahas antar stake holder, karena sudah ada kesepakatan dibentuk pembina jalan yang terdiri beberapa institusi.
Untuk itu “janganlah ada dusta diantara kita”, karena pernyataan UULLAJ sebagai UU multi sektor bukanlah pernyataan tanpa dasar rasional dan logis.
Polisi dalam konteks ini setidaknya mewancanakan, bahwa penerapan ERP tidak bisa berdiri sendiri tanpa e-enforcement dan membahas secepatnya e-enforcement dikaitkan dengan ERP, karena sudah masuk agenda UKP4 (Unit Kerja Presiden Pengawasan Perkembangan Pembangunan).
Apa saja yang harus disiapkan oleh Polisi tentang e-enforcement:
1. Data kendaraan scara on line.
2. Sistem jejaring untuk pengawasan dan kontrol dilapangan yang dapat dilakukan melalui TMC (Traffic Management Centre)
3. Sarana dan prasaran pendukung.
4. Petugas-petugas TMC yang mahir dan mampu mengontrol pergerakan atau mobilitas kendaraan dilokasi ERP.
5. MoU dengan Makamah Agung, Kejaksaan Agung dalam penggunaan bukti elektronik dalam penegakkan hukum.
6. Sistem pembayaran denda.
7. Landasan atau payung hukum untuk menggunakan e-enforcement.
8. Dukungan dari berbagai stake holder
9. Sosialisasi penerapan e-enforcemet.
10.Akuntabilitas.
Dan masih banyak hal yang memang dibuat oleh polisi dalam mengimplementasikan e-enforcement.
Pada hakekatnya, penegakkan hukum oleh polisi tetap tercapai pada hal-hal diatas, tidak menimbulkan konflik baru, menata dan memelihara keteraturan serta melindungi aktivitas masyarakat yang produktif.
Tentu juga mampu mewujudkan peran dan fungsi kepolisian sebagai polisi sipil dalam masyarakat ygan modern dan demokratis antara lain: (1). Mewujudkan supremasi hukum. (2).Memberikan jaminan dan perlindungan Ham. (3). Transparan. (4). Akuntabilitas kepada publik. (5). Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.(CDL-Lembang100914).
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana
(Selesai)