Kontraktor Korupsi MBR Dijebloskan Ke Penjara

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur menahan Nardi Eko Pranoto selaku kontraktor dalam kasus dugaan korupsi pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Belu, wilayah batas RI-Timor Leste, Senin (1/9/2014).

“Sebelum ditahan, tersangka diperiksa oleh Kepala Seksi Penyidikan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Ridwan Angsar, kemaren.

Dia mengatakan, tersangka Nardi Eko Pranoto, saat diperiksa didampingi kuasa hukum masing-masing, Errik Mamoh dan Edy Djaha.

“Usai diperiksa tersangka langsung di digiring menuju Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Kupang untuk menjalani masa tahanannya selama 20 hari sebelum penyidik melimpahkan berkas tersangka ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang,” kata Ridwan.

Menurut Ridwan, selama ditahan, tim penyidik akan mempersiapkan berkas untuk segera dilakukan pelimpahan tahap dua ke Kejari Kupang.

Ridwan mengatakan, tersangka Nardi Eko Pranoto adalah kontraktor pada proyek MBR di Kabupaten Belu tahun anggaran 2012 dengan pagu anggaran Rp1 triliun. Dari hasil pengumpulan data dan bukti di lapangan, tersangka tidak menyelesaikan proyek tersebut, sesuai kontrak yang ada, namun mencairkan anggaran 100 persen.

Menurut Ridwan, hasil penghitungan kerugian negara dalam proyek yang ditangani oleh tersangka Nardi Eko Pranoto, mencapai Rp1,8 miliar. Karena itulah, tersangka ditahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kuasa hukum tersangka, Edy Djaha mengaku, kliennya telah mengembalikan kerugian negara yang dituduhkan dalam kasus tersebut, berjumlah Rp1,7 miliar. Langkah ini, kata dia, sebagai bentuk sikap koperatif kliennya dalam penyelesaian perkara korupsi ini.

Karenanya, selaku kuasa hukum, lanjut Edy, pihaknya akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan dan diharapkan bisa dipertimbangkan oleh pihak Kejaksaan, sebagai bentuk perhatian atas bukti koperatif dari kliennya.

“Kami sangat berharap ada perhatian khusus dari Kejati NTT agar dapat mengabulkan permohonan penangguhan penahanan yang kami ajukan,” katanya.

Edy mengaku, dari keseluruhan penghitungan kerugian negara yang terjadi dalam proyek yang ditangani kliennya, masih tersisa Rp100 juta lebih, dan segera akan dikembalikan oleh kliennya. “Klien kami sudah bertekad untuk mengembalikan kerugian negara yang tersisa,” katanya.(ant/sun)

Share