TRANSINDONESIA.CO – Kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Mataram, Nusa Tengggara Barat (NTB) pada semester pertama tahun 2014 menurun menjadi 59 kasus dibandingkan 2013 lebih dari 88 kasus.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Mataram Yuli Panca Yogjandini di Mataram, kemaren, mengatakan, data itu sesuai dengan jumlah kasus pengaduan yang diterima dari pihak kepolisian.
Dikatakannya, penurunan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan itu salah satunya dipengaruhi gencarnya sosialisasi yang dilakukan BPPKB dalam upaya memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada lapisan masyarakat, terutama bagi kaum laki-laki agar tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Serta meningkatkan keharmonisan rumah tangga sebagai salah satu upaya mencegah KDRT. Misalnya, selalu menjalin atau membangun komunikasi yang baik antar anggota dalam keluarga serta tidak ada yang merasa paling dihargai tetapi saling menghargai.
“KDRT dapat memberikan dampak negatif dan kerugian untuk diri sendiri maupun untuk masa depan anak-anak mereka,” katanya.
Ia mengatakan, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan pihkanya melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Yuli mengatakan, faktor penyebab terjadinya kasus kekerasan khususnya untuk perempuan banyak disebabkan karena faktor ekonomi, selain itu ada juga yang disebabkan karena faktor perselingkuhan.
Di sisi lain, lanjutnya, BPPKB Kota Mataram melalui Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Perempuan dan Anak menyebutkan hingga saat ini telah menangani 74 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dari 74 kasus tersebut didominasi kasus perempuan yakni KDRT sebanyak 59 kasus. Sedangkan sisanya 15 kasus merupakan kasus kekerasan terhadap anak.
Ia mengatakan, dari 74 kasus yang tangai sebanyak 12 kasus sampai saat ini masih berada pada penanganan hukum. Sementara sisanya telah diselesaikan melalui jalur kekeluargaan.
“PPT dalam hal ini hanya sebatas fasilitator dan tetap menerima pengaduan, namun tidak sampai ke jalur hukum,” sebutnya.
Artinya kata Yuli, jika masalah itu masih bisa diselesaikan melalui jaur kekeluargaan kami siap membantu. Akan tetapi jika sudah menempuh jalur hukum, pihaknya tidak terlibat serta secara langsung.(ant/sun)