Nilai WDP, DPRD Masih Minta BPK Audit Ulang LKPD Labuhanbatu

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Meski telah mendapat nilai kurang baik atau predikat  wajar dengan pengecualian (WDP), DPRD Labuhanbatu masih meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumatera Utara (Sumut) untuk audit ulang data penggunaan keuangan di dua Dinas dilingkungan Pemkab Labuhanbatu, khususnya, di Dinas Bina Marga, Pengairan, Pertambangan dan Energi (BMPPE) dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Labuhanbatu.

Pasalnya, ditemukan adanya sejumlah dugaan kejanggalan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Sumut terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Pemkab Labuhanbatu. Indikasi kejanggalan itu terjadi pada perbedaan besaran nilai kontrak proyek di lapangan dengan data yang ada di buku bundelan milik BPK tersebut. Nilainya signifikan.

“Ya, lebih baik BPK diminta untuk melakukan audit ulang. Agar lebih transparan data dan penggunaan anggaran yang ada,” ungkap Ali Akbar Hasibuan, salah seorang anggota DPRD Labuhanbatu, Rabu (27/8/2014).

Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Sumut bernomor : 33.C/LHP/XVIII.MDN/06/2014, Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu memiliki proyek program Penataan pedagang makanan di lapangan Ika Bina Rantauprapat. Nilai kontrak proyek milik Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) itu sebesar Rp176 juta.

Tapi, fakta yang ada nilai kontrak proyek tersebut lebih besar dari data yang ada di dalam buku LHP milik BPK. Karena, nilai kontraknya justru mencapai Rp398 juta.”Jika diaudit ulang akan diketahui apakah hal itu terjadi karena tim auditor BPK yang salah pengetikan, atau justru adanya indikasi manipulasi data LKPD oleh PPK,” sebutnya.

Jika terjadi perbedaan nilai kontrak, lanjut Ali Akbar, maka juga akan mempengaruhi besaran penetapan denda yang mesti dibayarkan pihak rekanan. Karena, terjadi selisih nilai signifikan. Selain proyek penataan pedagang itu, ditemukan pula indikasi kejanggalan lain di proyek Pembangunan kios produk unggulan daerah di jalan by Pass.

Data nilai kontrak pada buku ke III LHP milik BPK, disebutkan proyek itu bernilai kontrak Rp199 juta. Proyek yang tetdaftar milik DCKTR Labuhanbatu tersebut mengalami keterlambatan penyelesaian kerja selam 24 hari kerja. Tapi, fakta di lapangan berbeda. Proyek itu memiliki pagu anggaran Rp722 juta. Dan justru sebenarnya telah dialihkan untuk pembangunan sejumlah kios di Pasar Sei Berombang, Panai Hilir, kabupaten Labuhanbatu.

Proyek pembangunan kios produk unggulan itu juga dialihkan untuk pembangunan fisik ruang tahanan baru dan gapura di Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat. Pihak BPK Sumut sendiri mengaku akan melakukan pengecekan ulang terkait dugaan dan indikasi kejanggalan yang terjadi tersebut.

Untuk itu, akan ditugaskan tim supervisior guna melakukan pengecekan data yang ada. “Akan dikomunikasikan dengan supervisior. Biar kami cek lagi dengan data yang ada sama kami. Kalau sudah kami crosschek, kami hubungi, ya,” ujar Daniel Sembiring, Kasubag Humas BPK Sumut, dalam pesan singkatnya ketika dikonfirmasi via ponsel.

Sedangkan Sekretaris DCKTR Zulkarnaen ketika dikonfirmasi sebelumnya membenarkan jika proyek pembangunan kios produk unggulan di jalan by pass memang dialihkan ke proyek Pembangunan Kios Sei Berombang.

Menurutnya, pengalihan itu dilakukan setelah melaporkan proyek tersebut ke tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Pemkab Labuhanbatu. “Kita sudah laporkan ke TAPD sebelumnya,” jelasnya.(bus/don)

Share