Liputan6.com, Paris – Perempuan itu dikenal dengan ciri yang melekat padanya: mungil, tak banyak bicara, halus dan terpelajar, mengenakan pakaian dari kain kashmir, juga mutiara yang melingkari lehernya. Sebut saja dia Madame Claude. Ia dikenal sebagai salah satu pengelola rumah bordil paling tenar sepanjang zaman.
Antara tahun 1955 dan 1977, diam-diam ia mendirikan rumah pelacuran elite yang beralamat di 18 Rue de Marignan, persis di belakang Champs-Elysees, Paris, Prancis. Tak sembarang orang bisa bertamu, pintu hanya dibuka lebar-lebar untuk mereka yang tajir, terkenal, dan berkuasa.
Termasuk klien Madame Claude adalah tokoh-tokoh dunia. Demikian menurut artikel yang ditulis penulis biografinya, William Stadiem bulan ini yang dimuat di majalah Vanity Fair. Stadiem pernah mewawancarai sang madam pada tahun 1980-an untuk bukunya yang tak pernah diterbitkan. Tapi dari situlah profil klien si mami terungkap.
Di antara para klien adalah duta besar, presiden, kaum darah biru Inggis, juga raja-raja Timur Tengah. Termasuk aktor Rex Harrison, Marlon Brando, miliuner Henry Ford dari Ford Motors, bankir Elie de Rothschild, Lord Mountbatten, bos mobil Fiat Gianni Agnelli, pemimpin militer Israel Moshe Dayan, dan diktator Libya Moammar Khadafi.
Beredar rumor, CIA menyewa gadis-gadis Claude untuk menyemangati perundingan damai di Prancis — yang bertujuan menghentikan Perang Vietnam pada 1973.
Beberapa di antara klien, salah satunya menteri di kabinet Prancis kala itu, berperilaku aneh. John F Kennedy, Presiden AS yang tewas dalam penembakan, bahkan punya permintaan khusus. Ia minta perempuan yang mirip Jackie — Jacqueline Kennedy, istrinya. Tapi lebih ‘liar’.
Jackie yang malang…
Tak hanya dikhianati berkali-kali oleh Kennedy, pria yang akan menjadi suami keduanya, raja kapal dari Yunani, Aristotle Onassis juga menjadi pelanggan rumah bordil itu.
Pada hari-hari sibuk, para tamu mungkin akan bertemu satu sama lain. Menyaksikan bagaimana seniman Marc Chagall yang menghadiahi para gadis di sana dengan sketsa indahnya. Atau Shah Iran yang hampir setiap Jumat mampir untuk membawa serta perempuan-perempuan cantik untuk bergabung dalam penerbangan ke Teheran.
Tapi, klien tak perlu repot-repot datang, cukup telepon, dan Madame Claude akan menyediakan apa yang mereka minta. Praktik seperti itu diduga memunculkan istilah ‘call girls’ atau ‘gadis panggilan’.
Seleksi Ketat
Pada tahun 1977, tarif yang berlaku adalah 200 poundstering pada siang hingga sore hari, dua kali lipatnya pada malam hari, dan 666 poundsterling untuk sehari penuh. Bayaran untuk akhir pekan bisa dinegosiasikan. Ada 400 PSK di sana, dan Madame Claude mendapat 30 persen.
PSK yang dijuluki ‘swans’ — para ‘angsa’ — yang disediakan adalah pilihan. Ada aktris paruh waktu, model catwalk Dior, mahasiswi kelas menengah yang cantik, dari Skandinavia, Normandia, dosen universitas, putri marsekal Angkatan Udara Prancis, atau yang sudah menyandang status ‘istri’.
Madame Claude jarang menggelar rekrutmen, namun sekali melakukannya, prosesnya tak gampang. Seleksi pertama adalah otak, dengan memberondong pertanyaan soal pengetahuan umum: Apa rumus kimia air? Nama istri Raja Prancis Louis XIV? Apa sungai terpanjang di Eropa?
Yang kedua isi tas. Ia akan mengosongkan bawaan para kandidat. Lalu, memeriksa gigi, rambut, mata, baru tubuh bagian dalam. Lalu, ia akan menyerahkan kandidat terpilih kepada para ‘penguji’.
Madame Claude konon sangat profesional. Tak ada detil yang bakal dilewatkannya. Para gadis yang terpilih akan ‘diperbaiki’. Dikirim ke tutor untuk belajar soal seni dan filsafat, mengongkosi mereka ke luar negeri untuk belajar bahasa dan budaya.
Mereka akan didandani dan mengenakan pakaian bagus pilihan sang mami. Tak ketinggalan jadwal kunjungan ke dokter sepekan sekali, untuk memeriksa kesehatan. Dan tentu saja, operasi plastik.
“Seorang pria menginginkan wanita yang cerdas, lucu, dan tertarik padanya — benar-benar mendukung dan tidak pernah menyinggung masalah-masalahnya,” begitu filsafat yang dianut Madame Claude, seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail, Jumat (15/8/2014).
Tak jelas latar belakang sang ‘madam’. Konon ia lahir di Fernande Grudet, Angers, Prancis barat. Mengaku dari kalangan bangsawan. Ia menolak disebut PSK, namun mengaku menjalani operasi plastik untuk memperbaiki giginya yang besar-besar dan tak beraturan. Ia juga punya anak perempuan yang dibesarkan oleh ibunya.
Bagi Claude, seks adalah bisnis. “Ada 2 hal yang orang mau membayar untuk mendapatkannya, makanan dan seks. Dan aku sama sekali tak bisa memasak,” kata dia dalam artikel yang ditulis Stadiem.
Membuat rumah bordil yang eksklusif ala salon pada abad 18 adalah impiannya.
Redup
Pada tahun 1975, dengan pendapatan besar sekitar 600 ribu poundsterling tiap tahun dan punya rumah mewah di 16th Arrondissement, Madame Claude punya utang pajak yang belum terbayar sebesar 1,7 juta poundsterling. Ia juga menghadapi dakwaan mempekerjakan 2.000 perempuan.
Meski prostitusi legal di Prancis, namun mendapat komisi dari pendapatan PSK tak dibenarkan secara hukum. Madame Claude lalu melarikan diri ke Los Angeles, Amerika Serikat.
Di sana ia mendirikan sebuah toko kue. Berkedok croissant dan mille feuille, ia mulai merekrut PSK. Kali ini dari segala usia.
Artis Joan Collins dalam memoarnya yang terbit pada 1997 lalu, Second Act, menceritakan bagaimana Madame Claude mengajak dia dan teman perempuannya makan di sebuah restoran di Hollywood. Namun mereka menolak tawarannya untuk bergabung.
Los Angeles ternyata tak cocok buat Claude, pada 1985 ia pulang ke tanah airnya, ditangkap polisi dan dipenjara selama 4 bulan. Namun ia tak kapok, kembali ke Paris ia mendirikan sebuah butik dan memulai aksinya. Pada tahun 1992, ia punya puluhan PSK cantik yang bertarif 1.000 poundsterling per jam.
Dia sedang mewawancarai kandidat PSK terakhirnya, Sabrina yang cantik, saat polisi menggerebeknya. Claude kembali dipenjara, kali ini selama 5 tahun.
Claude yang tak menjalani aktivitas seksual setelah berusia 40 tahun menikmati rahasia yang ia simpan rapat-rapat tentang mantan klien dan para ‘angsanya’.
Ia kerap ngakak saat membuka majalah Vogue atau Harpers dan melihat mantan pekerjanya. “Aku tertawa saat melihat foto-foto para wanita dan countesses (perempuan terhormat) di halaman sosialita Tatler, Harpers, dan Vogue, menghitung berapa dari mereka yang pernah bekerja padaku.”
Kini, Madame Claude berusia 91 tahun. Ia hidup tenang bersama kucing-kucingnya di Nice, Prancis, tinggal tak jauh dari putrinya — mereka bahkan tak saling bicara saat berpapasan di jalan.
Lalu, bagaimana dengan para ‘angsanya’?
Dua dari mereka sukses meniti karir di Hollywood, 3 menikahi kaum aristokrat, 1 adalah istri seorang earl atau bangsawan yang sangat terkenal, yang lain menikah dengan seorang pemimpin industri Inggris, beberapa menjadi model, dan 1 dari mereka menikahi musisi terkenal.
Siapa saja mereka? Tak akan terungkap. Madame Claude tak akan mengubah keputusannya. Soal itu, ia memegang rahasianya rapat-rapat.(sis)