8.513 Titik Kebakaran Lahan Indonesia

hutan batam meluasHutan di Riau terbalar.(dok)

 

TRANSINDOENSIA.CO – Kebakaran hutan dan lahan masih menjadi persoalan lingkungan yang belum dapat teratasi. Kebakaran lahan di Riau, belum lama ini, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar, tapi juga negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Menteri Pertanian, Suswono mengatakan langkah tepat dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan adalah tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Namun, pihaknya memprioritaskan upaya pencegahan dalam menangani kebakaran lahan dan kebun. Adapun upaya yang dilakukan dengan mengajak petani, masyarakat dan pelaku usaha untuk mencegah terjadinya kebakaran lahan dan kebun.

“Peran masyarakat atau petani pemilik kebun dan pengusaha perkebunan menjadi sangat penting dalam pencegahan kebakaran lahan dan kebun. Karena kami sudah mengeluarkan pedoman pembukaan lahan tanpa dibakar termasuk perusahaan besar,” katanya usai Pengukuhan Brigade Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Kebun, Jumat (11/7/2104) di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta.

Menurutnya, kebakaran lahan dan kebun ini memiliki karakter multi dimensi terkait dengan aspek ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, dan lingkungan. Sebagian besar, kebakaran yang terjadi di lahan Indonesia disebabkan karena faktor aktivitas masyarakat itu sendiri. Selain itu, faktor iklim dan alam juga memengaruhi.

“Kebakaran terbesar terjadi pada bulan Maret lalu di Riau. Berdasarkan pemantauan satelit NOOAA-18 sampai dengan 30 Juni 2014, jumlah hot spot secara nasional tercatat 8.513 titik di kawasan hutan. Sebanyak 1.579 titik di area perkebunan dan 5.017 titik di area penggunaan lain. Sementara, kebakaran lahan dan kebun secara nasional pada 2014 tercatat 18.673,4 hektare,” paparnya.

Dijelaskan, dalam operasional penanggulangan kebakaran memang masih dijumpai beberapa kendala. Di antaranya terbatasnya sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia untuk pengendalian kebakaran, lokasi kebakaran yang sulit dijangkau. Selain itu, kegiatan penanggulangan kebakaran kebun belum terorganisasi. Sehingga dalam pelaksanaannya terkesan parsial oleh masing-masing pelaku usaha.

“Kami telah melakukan upaya pencegahan melaui sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada para pelaku kepentingan perkebunan, pelatihan petani dalam menangani kebakaran, penerapan Pembukaan Lahan Tanpa Kebakaran (PLTB), mendorong masyarakat untuk membentuk Kelompok Tani Peduli Api (KTPA). Kami juga berkomitmen dengan perusahaan perkebunan untuk melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran di area perusahaan dengan membentuk regu penanggulangan kebakaran,” ungkapnya.

Untuk itu, pihaknya menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2014 tentang Brigade Pedoman Pencegahan serta Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun. Brigade ini terdiri dari Brigade pusat yang bertugas melakukan koordinasi, penyusunan pedoman, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta penerapan teknologi pengendalian lahan dan kebun. Sedangkan tugas Brigade Provinsi dan Kabupaten atau kota, melakukan operasional sesuai dengan jenjang atau tingkatannya.

“Organisasi masyarakat, petani, para pelaku usaha, dan pemerintah harus bersinergi sampai pada tingkat desa. Saya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan pelaku usaha yang selama ini telah membantu upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan dan kebun,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan, KKP, Gamal Nasir menyatakan, pihaknya akan menarik sertifikat  Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) bagi perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran hutan. Pihaknya juga akan melakukan pengecekan perusahaan melalui lembaga sertifikasi.

“Pembakaran hutan didasari faktor ekonomi karena dengan membakar hutan maka biaya membuka lahan akan jauh lebih murah ketimbang mengikuti sistem mekanisasi,” paparnya.

Dalam rangka mengoptimalkan upaya penanggulangan kebakaran lahan dan kebun,  pihaknya menerbitkan Permentan No. 47 Tahun 2014 tentang Brigade dan Pedoman Pencegahan Serta Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun. Langkah tersebut diambil sebagai salah satu upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan dan kebun.

“Brigade pusat bertugas mengoordinasikan peningkatan SDM. Selain itu pengurus pusat bertugas menerapkan teknologi pengendalian kebakaran lahan dan kebun. Sementara brigade provinsi/kabupaten/kota akan mengoperasionalkan pengendalian kebakaran sesuai tingkatannya,” imbuhnya.

Diungkapkan pembentukan Brigade pengendalian kebakaran lahan dan kebun merupakan rencana aksi pada Rapat Koordinasi Terbatas tingkat menteri beberapa waktu lalu di kantor Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkesra). Dengan diberlakukannya Permentan No.47 tahun 2014, ingin menekankan beberapa hal, yaitu perusahaan perkebunan yang telah memiliki ijin usaha perkebunan agar mematuhi ketentuan yang berlaku.

“Perusahaan perkebunan wajib memiliki SDM, sarana-prasarana dan sistem penanggulangan kebakaran. Perusahaan perkebunan juga mempunyai kewajiban menjaga lahan konsesinya serta lahan masyarakat sekitar dari gangguan kebakaran,” imbuhnya.(pi/lin)

Share
Leave a comment