TRANSINDOENSIA.CO – Untuk kesekian kalinya, Calon Presiden Prabowo Subianto menegaskan lagi sikapnya akan menerima keputusan rakyat Indonesia jika nantinya dia tidak terpilih sebagai Presiden.
Sebaliknya, Prabowo mempertanyakan sikap rivalnya, Joko Widodo, yang hingga kini tidak pernah sekalipun mengungkapkan hal serupa.
Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat bersilaturahim dengan Pimpinan Pengurus Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (15/7/2014) siang. Prabowo berbincang dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin beserta para petinggi Muhammadiyah lainnya yang turut hadir.
Hal itu disampaikan Prabowo menanggapi pernyataan Din yang menyinggung panasnya suhu politik pada Pilpres kali ini. “Saya dari hari pertama mengambil nomor urut di KPU, saya katakan akan menerima keputusan rakyat. Saat deklarasi pemilu damai yang diselenggarakan KPU, saya juga katakan Jokowi saudara saya. Saya sudah beberapa belas kali bilang seperti itu, justru pihak sebelah setahu saya belum pernah bilang seperti itu,” ujar Prabowo.
Din menyarankan agar Prabowo dan Jokowi bertemu untuk mendinginkan suasana. “Jadi kalau mau ketemu, boleh di mana saja, kapan saja. Asal bukan Coca-cola,” seloroh Prabowo yang disambut tawa seisi ruangan.
Prabowo mengatakan, pihaknya cinta dengan Republik ini. “Kami ingin yang terbaik buat bangsa dan kami mengimbau para kader untuk tidak menggunakan bahasa yang menghangatkan suasana.”
“Maksud kami adalah menyambung silaturahim. Untuk menjaga kedamaian demi kebaikan dan kemaslahatan bangsa dan negara,” ujar Prabowo.
Din mengimbau agar tidak ada ketegangan antar kedua belah pihak selama proses penghitungan ini dan itu menunjukkan kenegarawanan. Oleh karena itu, Din meminta agar seluruh elemen masyarakat bersabar menunggu proses penghitungan suara.
“Terkait dengan Pemilu dan Pilpres kita tahu bahwa pemilu adalah cara untuk mencapai kedamaian politik. Pemilu atau Pilpres adalah cara beradab untuk mencapai keberadaan politik. Jangan sampai jadi kebiadaban politik. Ini bukan perang, bukan perang Badar atau Uhud, ini adalah demokrasi,” ujar Din.
Nanti tanggal 22 Juli seluruh rakyat juga pasti akan tahu siapa yang akan memimpin Indonesia kelak. “Mari kita tunggu hasil hitung resmi. Bahwa ada quick count itu sah-sah saja. Kalau ada yang menyambutnya sebagai kemenangan kalau sebatas wajar tidak apa. Sekarang saya kira kita harus menunggu 22 Juli. Siap menang dan siap kalah,” tambah Din.(pi/fer)