TRANSINDOENSIA.CO – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH M Zainul Majdi mengatakan, investasi pemerintah daerah sebesar Rp100 miliar yang ada di PT Angkasa Pura I merupakan investasi non permanen.
“Sampai saat ini belum ada pengalihan statusnya menjadi investasi permanen atau penyertaan modal,” katanya saat menjawab pertanyaan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD NTB yang disampaikan Wakil Gubernur NTB HM Amin di Mataram, Selasa (8/7/2014).
Gubernur menjelaskan, pada saat awal investasi tersebut dilakukan belum disertai dengan perjanjian kerjasama atau bentuk lainnya.
Sehingga secara bertahap kami harus memulainya dengan langkah awal berupa re-evaluasi ulang terhadap nilai aset tersebut, dengan melibatkan kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang sebagai lembaga “appraisal” negara.
Dan untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT Angkasa Pura I. Berdasarkan hasil penilaian tersebut pemerintah daerah akan melakukan pembicaraan lebih lanjut terkait besaran kontribusi tetap yang akan diberikan setelah dilakukan kesepakatan ulang.
Mengenai target beberapa pos pendapatan daerah yang direncanakan bertambah meski kinerja realisasinya rendah, dapat dijelaskan bahwa hal ini disebabkan adanya perubahan atau penyesuaian tarif retribusi.
Sedangkan untuk Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak bertambah karena telah terbitnya pagu definitif sesuai peraturan menteri keuangan.
Dikatakan, untuk realisasi pendapatan dari pajak rokok, sesungguhnya sangat tergantung dari realisasi penerimaan cukai secara nasional.
Sementara denda pajak akan dilakukan optimalisasi melalui intensifikasi pemungutan dan validasi data potensi dengan mengacu pada hasil audit potensi retribusi yang sudah dilakukan inspektorat. Sedangkan dana alokasi khusus sedang dalam proses transfer.
Menurut gubernur, rencana tindak lanjut atas identifikasi beberapa persoalan dalam meningkatkan kualitas pendapatan khususnya yang berkaitan dengan aset daerah, dapat dijelaskan bahwa terhadap aset daerah yang masih dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah akan terus dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga.
Sementara terhadap pertanyaan rendahnya serapan anggaran belanja subsidi nol persen dari Rp250 juta rupiah, dapat dijelaskan bahwa untuk belanja subsidi masih dalam tahap persiapan penyusunan dokumen sebagai proses pencairan.
“Namun terhadap belanja hibah kepada kelompok masyarakat dan belanja bantuan sosial, proses pencairan harus mengikuti mekanisme sebagaimana telah diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri,” katanya.(ant/sun)