Walhi Desak Polda Sumsel Bebaskan 5 Petani

penjara-korupsi-dana-apbd

TRANSINDONESIA.CO – Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Walhi Sumatera Selatan (Sumsel), dan puluhan organisasi masyarakat sipil lainnya minta Polda setempat membebaskan lima petani Kabupaten Musi Banyuasin yang ditangkap dengan tuduhan merambah Suaka Margasatwa.

Permintaan pembebasan petani tersebut dilakukan karena proses penagkapan mereka dinilai tidak sesuai prosedur hukum, kata aktivis Walhi Sumatera Selatan, Rian Syaputra di Palembang, Jumat (13/6/2014).

Dia menjelaskan, lima petani yang diminta segera dibebaskan dari tahanan Mapolda Sumsel di Palembang itu adalah Muhammad Nur Djakfar (73), Zulkipli (60), Wiwin (22), Heriyanto (33), dan Samingan (52).

Lima petani Kabupaten Musi Banyuasin itu ditangkap oleh 150 aparat gabungan dari TNI/Polri dan petugas BKSDA dengan tuduhan merambah Suaka Margasatwa Dangku pada 11 Juni 2014, sekitar pukul 14.30 WIB.

Para petani tersebut ditangkap ketika sedang mengikuti pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Posko Dewan Petani Sumsel, Tungkal Jaya, Kabupaten Muba.

Penangkapan yang dilakukan saat mereka mengikuti pelatihan tersebut dinilai sebagai tindakan berlebihan dan secara tidak langsung melarang warga untuk berkumpul atau berserikat.

Bahkan beberapa dokumen Posko Dewan Petani Sumsel, Tungkal Jaya, dan dokumen pembukuan keuangan lembaga yang tidak ada kaitannya dengan tuduhan terhadap petani yang ditangkap itu turut dirampas aparat.

Peristiwa penangkapan ini sempat didokumentasikan oleh Yogi, salah satu peserta pelatihan. Namun seorang anggota kepolisian langsung merebut alat perekam dokumentasi tersebut dan menghapus isinya. “Aparat menghilangkan jejak tindakan mereka yang kami nilai tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan prosedur hukum,” kata Rian.

Sementara menurut aktivis dari HuMa, Bawor Purbaya, minta Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Saud Usman Nasution untuk segera membebaskan petani yang ditangkap tersebut.

Selain itu, minta pula agar TNI/Polri berhenti untuk campur tangan dalam konflik agraria dan kehutanan terkait hak-hak masyarakat adat, katanya.

Dia menjelaskan, konflik masyarakat dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan ini terjadi ketika wilayah kelola masyarakat seluas 28.500 hektare ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Suaka Margasatwa Dangku pada 1986 yang luasannya mencapai 70.240 hektare.

Kemudian pada tahun 1991, berdasar SK Menteri Kehutanan luasannya menjadi 31.752 hektare.

Suaka margasatwa ini berbatasan dengan perkebunan sawit PT Berkat Sawit Sejati, PT Musi Banyuasin Indah dan HTI milik PT Pakerin serta kebun sawit PT Pinago.

Konflik tersebut makin memanas pada tahun 2006, ditandai adanya aksi aparat kepolisian mengusir dan merusak rumah-rumah warga yang diklaim masuk ke wilayah perkebunan sawit milik PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB).

Akibat aksi tersebut sekitar 18 ribu warga kehilangan lahan pertanian dan mata pencaharian, kemudian pada tahun 2012 sekitar 2.000 masyarakat yang diusir secara paksa itu menguasai kembali lahan mereka.

Kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi, jika pemerintah mengatasi konflik agraria yang terjadi selama ini dengan pendekatan kemanusian bukan dengan pendekatan keamanan melakukan pengusiran dan penangkapan petani.

Untuk mengatasi masalah konflik agraria itu dan membebaskan petani yang saat ini ditahan di Mapolda Sumsel, selain Walhi dan Huma, ada puluhan organisasi masyarakat sipil yang siap berjuang membantu petani.

Ormas sipil itu yakni PADI Indonesia, Walhi Kalimantan Timur, Perkumpulan Menapak Indonesia, LBH Universitas Balikpapan, Scale Up Riau, Epistema Institute, Serikat Petani Sriwijaya.

Kemudian SOFIInstitute, JKMA Aceh, LBBT Kalimantan Barat, RMI Bogor, Bantaya Palu, BALANG Institute, GBHR Kalimantan Barat, LBBT Pontianak, PAPANJATI Jawa Timur, Qbar Padang, dan AKAR Bengkulu.

“Kami akan terus bersama-sama berjuang membantu petani mendapatkan lahan mereka dan meminta agar aparat negara tidak lagi melakukan penangkapan terhadap masyarakat yang mempertahankan hak-haknya,” ujar Bawor aktivis dari HuMa itu.(ant/dri)

Share
Leave a comment