TRANSINDONESIA.CO – Advokat Susi Tur Andayani divonis bersalah menjadi perantara pemberi suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan dihukum selama 5 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa Susi Tur Andayani bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KHUP dalam dakwaan kesatu dan pasal 13 UU No 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana oleh karena itu menjatuhkan pidana pernjara 5 tahun dan denda Rp150 juta diganti pidana kurungan 3 bulan penjara,” kata ketua majelis hakim Gosyen Butarbutar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (23/6/29014).
Artinya Susi dianggap bersalah bekerja sama untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Dalam hal ini pemberian janji tersebut berasal dari pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah agar Akil memenangkan perkara pilkada kabupaten Lebak yang dimenangkan oleh pasangan Iti Oktavia Jayabaya dan Ade Sumardi namun digugat oleh pasangan Amir Hamzah dan Kasmin. Amir Hamzah lalu menunjuk Susi Tur Andayani sebagai pengacaranya, Susi yang merupakan mantan anak buah Akil.
Lalu Susi melakukan pendekatan kepada Akil untuk mau membantu Amir Hamzah, imbalan yang diminta Akil adalah sebesar Rp3 miliar, namun karena Amir tidak punya uang, ia meminta bantuan kepada Wawan dan hanya disediakan Rp1 miliar.
Padahal dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum KPK adalah pasal 12 huruf c UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah. Susi dianggap turut bekerja sama menerima suap dengan Akil.
“Menyatakan terdakwa Susi Tur Andayani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana pasal 12 huruf c UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu dan kedua sehingga membebaskan terdakwa karena itu dari dakwaan kesatu dan kedua,” ungkap Gosyen.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan Susi Tur dalam perkara ini.
“Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah pertama terdakwa selaku praktisi hukum/advokat seharusnya dalam menjalankan profesinya memegang kode etik advokat, kedua perbuatan terdakwa menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan khususnya MK menurun, ketiga perbuatan terdakwa dapat merusak nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan pilkada, keempat terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, kolusi, nepotisme,” kata hakim Gosyen Hakim menilai bahwa meski Susi belum sempat memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil sebagai suap untuk pengurusan sengketa pilkada kabupaten Lebak, namun hal itu tidak membatalkan pidana Susi. Susi belum sempat memberikan uang tersebut karena keburu ditangkap petugas KPK pada 2 Oktober 2013.
“Meski terdakwa belum menyerahkan uang ke Akil, tidak menjadikan perbuatan memberi tidak terbukti karena pemberian tersebut merupakan realisasi janji untuk menyampaikan Rp3 miliar ke Akil Mochtar dari Ratu Atut. Tidak disampaikannya uang bukan karena kehendak terdakwa tapi karena tidak bisa menemui Akil Mochtar karena sebelum bisa bertemu sudah ditangkap petugas KPK sehingga perbuatan terdakwa tidak bisa sampai pada pemberian uang karena faktor-faktor yang berada di luar terdakwa,” kata hakim.
Dalam putusan tersebut ada dua hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) yaitu hakim Sofialdi dan Alexander Marwata. Keduanya menyatakan bahwa Susi Tur harus dibebaskan dari dakwaan.
“Menimbang hakim anggota pada dalam putusan keberatan surat dakwaan atas nama Susi Tur Andayani berpendapan surat dakwaan penuntut umum KPK adalah kabur atau obscure maka harus dinyatakan batal demi hukum, oleh karena sidang tetap dilanjutkan pemeriksaan perkaranya, maka hakim anggota 3 tetap menetapkan pendapat berbeda dengan alasan bahwa surat dakwaan telah dinyatakan batal demi hukum akan berimplikasi/berdampak hukum pada terdakwa susi tidak dapat diperselahkan secara pidana, maka surat tuntuan KPK juga dinyatakan tidak dapat diterima,” kata hakim Sofialdi.
Sedangkan Alexander Marwata menyatakan bahwa hakim yang mengubah dakwaan dari surat dakwaan adalah melampaui kewenangan.
“Hakim mengubah sendiri pasal dakwaan menunjukkan hakim telah melampaui kewenangannya tapi demi rasa keadilan terdakwa yang harus dihormati hal ini dilakukan,” kata Alexander.
Alexander juga mengungkapkan bahwa dakwaan pasal 6 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KHUP dan pasal 13 UU No 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat 1 KUHP tidak seharusnya ditimpakan ke Susi.
“Menurut hakim anggota 4, hal ini memberikan kelonggaran pada kecerobohan kepada Penuntut Umum. Hal ini akan memberikan efek buruk karena tidak menutup kemungkinan Penuntut Umum akan membuat surat dakwaan asal-asalan dengan harapan dapat dibuktikan di persidangan,” tambah Alexander.
Namun bila jaksa maupun terdakwa tidak puas terhadap putusan hakim, menurut Alexander keduanya dapat mengajukan keberatan.
“Dengan mempertimbangkan keadilan, KUHAP telah memberi jalan bahwa bila tidak puas dengan putusan hakim dapat mengajukan keberatan hingga mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Menimbang, surat dakwaan tidak terbukti sehingga terdakwa harus dibebaskan dalam perkara ini,” ungkap Alexander.
Namun karena putusan perkara berdasarkan putusan terbanyak maka Susi tetap dinyatakan bersalah. Atas putusan tersebut Susi menyatakan pikir-pikir.
“Saya pikir-pikir yang mulia”, kata Susi.
Sedangkan ketua jaksa penuntut umum KPK dalam perkara ini Edy Hartoyo mengatakan tetap yakin bahwa Susi bekerja sama dengan Akil sebagai penerima suap.
“Pasal tadi adalah pasal di luar yang didakwakan, jelas kami akan banding karena kami bertahan dengan pasal 55 KUHP yaitu bekerja sama dengan Akil, bukan bekerja sama dengan pemberi,” kata jaksa Edy.(ant/fer)