Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo.(ist)
TRANSINDONESIA.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) harus menguji terkait pasal soal pejabat negara yang maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Pasalnya, pejabat negara rawan menyalahgunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye.
Pengamat politik Budgeting Metropolitan Watch Amir Hamzah mengatakan, referensi perundang-undangan harus dicermati dengan mendalam dan transparan.
“Pergunjingannya sekarang apakah gubernur itu termasuk pejabat negara atau bukan. Kita harus telusuri dan lihat Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2011, disitu dijelaskan bahwa gubernur adalah wakil pemerintah,” katanya ketika dihubungi, Jumat (20/6/2014).
Peraturan pemerintah yang dimaksud ialah PP Nomor 23 tahun 2011 tentang Perubahan atas PP Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi.
“Dalam bahasa ketatanegaraan, maka gubernur berwenang melaksanakan tugas presiden di provinsi setempat yang berarti termasuk pejabat negara,” jelasnya.
Permohonan uji materi tersebut mengenai ketentuan Pasal 6 ayat (1), Penjelasan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Pasal-pasal itu berkaitan dengan syarat pencalonan presiden yang wajib mundur dari jabatan gubernur yang diajukan oleh Yonas Risakotta dan Baiq Oktavianty. Di MK, pengajuan ini tercatat pada Perkara Konstitusi Nomor 52/PUU-XII/2014.
Pasal 6 menyebutkan, pejabat negara harus mundur jika menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Pejabat negara ialah adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi atau tinggi di MA, MK, BPK dan lain-lain.
Sedangkan, pasal 7 menentukan bahwa gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang akan dicalonkan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta izin kepada Presiden.
“Maka kita harus seksama dan dalam kasus ini, maka Jokowi harus dikenakan pasal 6. Dia harus mundur dari gubernur,” katanya lagi.
Amir mengungkapkan, MK bisa saja mengambil opsi keputusan seperti memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum supaya menentukan sikap atas posisi Jokowi.
“Jika KPU tetap menerima pencapresannya, maka kenakan pasal 6. Konsekuensinya dia harus mundur dari Gubernur DKI. Kalau enggan mundur, padahal dia dinilai termasuk pejabat negara, maka pencapresan Jokowi batal demi hukum,” tandasnya.(ini/lin)