Polisi Diminta Usut Penipuan Investor Lama Garuda Wisnu Kencana

patung Garuda Wisnu KencanaPatung Garuda Wisnu Kencana.(dok)

 

TRANSINDONESIA.CO –  Pendiri sekaligus salah satu pemilik saham Garuda Wisnu Kencana (GWK) Nyoman Nuarta mendesak pihak Kepolisian Daerah Bali segera mengusut dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp414 miliar yang dilakukan investor lama.

“Bukti (yang diserahkan) menurut kami sudah terang benderang, tetapi mengapa begitu lama? Jadi kami masih menunggu pengembangan dari kepolisian,” kata Nuarta kepada sejumlah wartawan di Denpasar, Bali, Minggu (25/5/2014).

Menurut dia, tiga laporan tersebut di antaranya laporan polisi dengan Nomor LP/521/IX/2013 tentang dugaan penipuan dan penggelapan pesangon yang dilaporkan seorang karyawan GWK bernama Ersad Broto pada 17 September 2013.

Selain itu laporan Nomor 726/XII/2013/SPKT tertanggal 19 Desember 2013 terkait dugaan penipuan dan penggelapan sertifikat tanah dan laporan dengan Nomor TBI/724/XII/2013/SPKT tertanggal 19 Desember 2013 terkait dugaan penggelapan 25 kaveling tanah relokasi bagi penduduk yang terkena proyek GWK, namun diberikan kepada pihak lain yang tidak memiliki hak.

Selain tiga laporan di Polda Bali, Nuarta juga melaporkan dugaan penggelapan dengan mengganti spesimen tanda tangan di Bank Mandiri Cabang Pembantu Naripan, Bandung, ke Polda Jawa Barat dengan Nomor LPB/150/II/2014/Jabar pada 24 Februari 2014 dengan nilai uang mencapai Rp46 miliar.

Pihak terlapor dalam empat kasus tersebut, yakni Edi Sukamto dan Ginawan Chondro (investor dari Bandung, Jawa Barat) yang menanamkan modalnya di GWK tahun 2004.

Nuarta yang merupakan pematung mahakarya GWK. Edi Sukamto dan Ginawan Chondro masing-masing memiliki 41 persen kepemilikan saham dari total 82 persen saham di objek wisata yang berlokasi di Bukit Jimbaran, Kabupaten Badung, itu.

Sedangkan 18 persen saham lainnya dipegang oleh Bali Tourism Development Corporation (BTDC), BUMN yang bergerak di bidang pengembangan kawasan.

Dia menyatakan bahwa Edi Sukamto yang menjadi Direktur Utama PT Multi Matra Indonesia selaku pengelola GWK dan PT Garuda Adhimatra Indonesia tidak pernah melakukan rapat umum pemegang saham tahunan dan mengaku mengalami kerugian meskipun, GWK meraup pendapatan meningkat.

“Melihat kondisi itulah kami akhirnya mendapatkan investor baru yakni PT Alam Sutra Realty (ASRI) yang bersedia melanjutkan pembangunan GWK,” imbuhnya.

Nuarta menuturkan bahwa Edi kemudian menyodorkan total nilai utang yang merupakan biaya operasional GWK meliputi pajak, pesangon karyawan, dan biaya operasional lainnya sebesar Rp414 miliar.

Transaksi penjualan saham dan pembayaran utang sebesar Rp414 miliar, lanjut dia, dipenuhi melalui penandatanganan bersama cek senilai Rp600 miliar yang dikucurkan oleh PT ASRI.

Namun, kata dia, selama 15 bulan pihaknya tidak mendapat rincian realisasi penggunaan uang tersebut.

Pihaknya belakangan malah menerima komplain karena pesangon yang belum dibayarkan, pajak yang masih menunggak, dan proses sertifikasi tanah yang belum usai.

Budi Adnyana selaku kuasa hukum Nyoman Nuarta menduga bahwa utang yang diklaim oleh pihak Edi Sukamto adalah fiktif. “Kami mendapatkan bukti bahwa dana yang diklaim sebagai utang yang dikenakan bunga berbunga untuk operasional GWK diduga fiktif,” ucapnya.

Selain itu pihaknya menemukan bukti bahwa dana tersebut masuk ke perusahaan pribadi Edi Sukamto, Ginawan Chondro, dan Putu Antara tanpa persetujuan pihak Nuarta. “Faktor itu yang mendorong kami melaporkan adanya dugaan penipuaan dan penggelapan,” ujar Budi Adnyana.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Ajun Komisaris Besar Hery Wiyanto saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui kasus itu.

Namun ia akan menindaklanjuti terkait pengungkapan kasus tersebut di direktorat terkait. “Saya belum tahu itu. Saya tanyakan dulu,” ucapnya singkat.(ant/oki)

 

Share
Leave a comment