724 Perusahaan Tambang Batubara Tak Punya NPWP

pejabat penerima ipod lapor kpk

 

TRANSINDONESIA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji optimalisasi penerimaan pajak di sektor mineral dan batubara (minerba).

Hasil kajian itu, KPK mencatat adanya 3862 izin usaha pertambangan (IUP) yang dimiliki 3066 perusahaan. Dimana sebanyak 724 perusahaan tambang batubara tersebut tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Hasil kajian ini dipaparkan hari ini di depan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany, Ketua Komite Pengawas Perpajakan Daeng M Nazier, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Loho dan jajaran Direktorat Jenderal Minerba, di kantor KPK.

“Dalam studi kita ada banyak temuan yang kita dapatkan. Pertama belum akuratnya data NPWP pada sektor pertambangan. Hampir 25 persen atau 724 pengusaha tidak mempunyai NPWP. Bahkan pemegang IUP yang statusnya clean and clear, tidak punya NPWP,” kata Wakil Ketua Adnan Pandu Praja dalam konferensi di kantor KPK, Rabu (23/4/2014).

Permasalahan lain yang ditemukan oleh KPK adalah kurangnya data pendukung berupa jumlah produksi dalam menghitung potensi pajak. KPK menemukan banyaknya perbedaan data terkait jumlah produksi tersebut.

Adnan mencontohkan di tahun 2012, pemerintah merilis data produksi batubara sebanyak US$ 228 juta. Sementara data dari World Coal Association US$ 443 juta dan data US Energy Information Product US$ 452 juta.

“Akibat dari perbedaan ini, terdapat potensi hilangnya pajak pada tahun 2012 mencapai lebih dari Rp 20 triliun,” kata Adnan.

KPK juga menemukan adanya masalah berupa multitafsir penerapan aturan pengenaan pajak. Hal ini membuka ruang terjadinya tindak pidana korupsi oleh petugas pajak maupun wajib pajak dengan memilih aturan yang menguntungkan.

Keterbatasan peraturan untuk mendapatkan data eksternal perpajakan juga dinilai KPK sebagai satu persoalan serius yang bisa menghambat optimalisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan.

“Kelima belum optimalnya data pengelolaan permintaan data eksternal pajak. Keenam minimnya pengawasan wajib pajak. Pemeriksa pajak hanya 4000 orang. Jauh dari standar negara-negara pada umumnya. Terakhir optimalnya fungsi analisis potensi pajak pada Dirjen Pajak,” ungkap Adnan.

Dari temuan-temuan tersebut, KPK memberikan sejumlah saran. Pertama harus adanya peningkatan basis data wajib pajak dan data eksternal lain yang dibutuhkan Ditjen Pajak. Kedua, meningkatkan mekanisme antar instansi, lembaga, asosiasi dan pihak lain untuk kebutuhan data, menyempurnakan aturan dan pedoman untuk pelaksanan fungsi dan memperkuat fungsi analisis dan pengawasan pajak.

KPK memberikan waktu selama satu bulan kepada Dirjen Pajak untuk menyampaikan rencana aksi ke KPK.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengapresiasi hasil studi KPK terkait optimalisasi penerimaan pajak di sektor minerba.

“Kami butuhkan kerjasama dengan KPK, butuh bantuan KPK terus monitor rencana aksi yang kami buat sesuai hasil studi KPK,” kata Fuad.

Fuad berpendapat harus ada sistem yang terintegrasi antara pusat dan daerah guna memaksimalkan penerimaan pajak di sektor minerba.

“Data produksi penjualan itu belum kami miliki. Kepemiliki NPWP itu akan kita tertibkan lagi,” kata Fuad.(bs/fer)

 

Share