Divonis 6 Tahun, Deddy Kusdinar Minta Tak Dijadikan Tumbal

deddy kusnidarDeddy Kusdinar.divonis  6 tahun dalam kasus  korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

 

TRANSINDONESIA.co, Jakarta : Deddy Kusdinar, terdakwa kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat, tahun 2010-2012, di vinis 6 tahun penjara minta dirinya tidak dijadikan tumbal.

Terkait hal tersebut, melalui salah satu penasehat hukumnya, Rudy Alfonso, Deddy percaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan berhenti menguak kasus yang menjeratnya dan mengungkap aktor di balik dugaan korupsi tersebut.

“Orang-orang seperti Pak Deddy, pegawai rendah di Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga) secara tidak sadar dan hanya berupaya menunjukkan loyalitas kepada atasannya,” kata Rudy, Selasa (11/3/2014).

Apalagi, lanjut Rudy, kliennya tidak pernah menikmati uang haram dari proyek Hambalang, sebagaimana dikatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan atau tuntutannya.

“Jangan dijadikan tumbal untuk menyelamatkan orang-orang yang punya hubungan dengan kekuasaan dan bisa tertawa menyaksikan semua ini,” ujar Rudy.

Vons 6 Tahun

Sementara, terdakwa kasus korupsi pembangunan fasilitas gedung olahraga Hambalang, mantan Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora) divonis dengan hukuman penjara selama enam tahun dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Hambalang. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp463 miliar.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Deddy Kusdinar telah terbukti secara sah bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP, dalam dakwaan kedua,” kata Hakim Ketua Amin Ismanto saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (11/3/2014).

Selain itu, terhadap Deddy juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 300 juta. Dengan ketentuan jika tidak dibayar satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka diganti pidana selama satu tahun penjara.

Hakim anggota, Anwar menyatakan, terdakwa terbukti memperkaya orang lain atau korporasi, yakni Andi Alifian Mallarangeng melalui Andi Zulkarnain Mallarangeng, Wafid Muharram, Anas Urbaningrum, Mahyudin, Teuku Bagus, Machfud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati, Anggraheni Dewi Kusumastuti, Adirusman Dault, Imanullah Aziz, serta korporasi PT Yodya Karya, PT Metaphora Sulosi Global, PT Malmas Mitra Teknik, PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves, PT Ciriajasa Cipta Mandiri, PT Global Daya Manunggal, PT Aria lingga Perkasa, PT Dusari Citra Laras, KSO Adhi-Wika dan 32 perusahaa atau perorangan sub kontrak KSO Adhi-Wika.

Kemudian, atas perbuatannya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 300 juta. Jumlah tersebut didapat dari uang Rp 40 juta yang berasal dari Lisa Lukitawati, Rp 10 juta dari PT Ciriajasa yang ditransfer ke panti sosial di Kuningan, Jawa barat dan Rp 250 juta dari PT Global Daya Manunggal (GDM).

Selain itu, terhadap Deddy juga dikatakan menyalahgunakan kewenangannya. Terbukti, sebelum pengadaan lelang telah menentukan perusahaan-perusahaan yang akan menjadi pemeang lelang proyek Hambalang, yaitu PT Yodya Karya (YK) menjadi Konsultan Perencana, PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM) menjadi Konsultan Manajemen Konstruksi dan PT Adhi Karya (AK) menjadi pelaksana jasa konstruksi.

“Terdakwa mengesahkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) padahal disusun dari BQ (Bill of Quantity) yang dibuat PT AK dan bukan oleh panitia ataupun Konsultan Perencana,” kata Anwar.

Ditambah lagi, lanjut Anwar, terdakwa telah melakukan proses pembangunan Hambalang padahal saat itu belum dilakukan studi amdal di lokasi Hambalang. Kemudian, menandatangani kontrak multy years (tahun jamak) untuk pembangunan Hambalang dengan KSO Adhi-Wika padahal saat itu izin kontrak dari Kementerian Keuangan (Kemkeu) belum ada.

Anwar juga mengatakan terdakwa terbukti memfasilitasi pemberian uang dari PT AK untuk Choel Mallarangeng sebagai fee 18 persen atas proyek HambalangApalagi, terdakwa di tahun 2011 meskipun tidak menjabat sebagai PPK namun melakukan penunjukan langsung dan menandatangani kontrak dengan rekanan proyek Hambalang, yakni dengan PT YK sebagai konsultan perencana, PT CCM sebagai Manajemen Konsultasi dan KSO Adhi-Wika sebagai penyedia jasa konstruksi.

Atas perbuatannya, hakim anggota Ugo menyatakan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp463.668.000.000.

Perhitungan tersebut didapat dari total pembayaran bersih yang dilakukan oleh Kempora kepada KSO Adhi-Wika dari tahun 2010-2012 sebesar Rp471.707.434.660. Kemudian, dikurangi saldo kas yang masih ada di KSO Adhi-Wika per 31 Juli 2013 sebesar Rp8.038.649.560. Sehingga, didapat angka Rp463.668.000.000.

Menanggapi vonis hakim, Deddy dan penasehat hukumnya menyatakan akan menggunakan waktu pikir-pikir, sebelum menyatakan menerima atau tidak putusan hakim.

Demikian juga, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir atas vonis hakim.

Seperti diketahui, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.(sp/fer)

 

Share
Leave a comment