Caleg Perempuan Perlu Ditambah di Parlemen

perempuan caleg

 

TRANSINDONESIA.co, Jakarta : Jumlah perempuan di parlemen perlu ditingkatkan agar mereka bisa berkontribusi lebih banyak untuk negara, kata calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Galih Permata Apsari.

“Sekarang ini, partai politik diharuskan untuk melibatkan perempuan sebagai calon legislatif, sedikitnya 30 persen dari total kandidat. Nanti, kita akan melihat banyak wanita duduk di parlemen,” kata Galih di Jakarta, Rabu (12/3/2014).

Menurut Galih, para perempuan sebagai pembuat undang-undang harus mengerti dan berjuang untuk Indonesia lebih banyak dari pria.

“Anggota DPR perempuan dapat berjuang mengutamakan perempuan, seperti peraturan yang mengizinkan cuti hamil yang lebih lama atau hari libur untuk wanita yang sedang mengalami menstruasi,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak telah menyoroti kurangnya partisipasi perempuan di Indonesia.

Karena itu, dia mendorong kontribusi perempuan melalui melalui beberapa kebijakan.

“Salah satu yang kami dorong adalah Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, “kata Sekretaris Eksekutif Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kemen PP dan PA Mudjiati.

Berdasarkan laporan WECPM dan Penelitian Pembangunan Manusia Berbasis Gender oleh Badan Pusat Statistik, partisipasi wanita dalam politik hanya 18 persen dibandingkan partisipasi pria yang mencapai 82 persen.

“Sementara itu, perempuan yang meraih posisi Eselon I di birokrasi kurang dari 10 persen,” katanya.

Menurut Mudjiati, ketidaksetaraan dalam bidang politik tidak hanya disebabkan oleh rendahnya partisipasi perempuan yang dibandingkan dengan prestasi pendidikan, tetapi juga dipicu oleh budaya patriarki yang masih dominan.

Dia menambahkan mengingat banyaknya sudut pandang di masyarakat antara perempuan dan laki-laki, hal itu menyebabkan anggota DPR sulit membuat kebijakan yang adil dan setara untuk semua gender.

“Bahkan beberapa pembuat kebijakan tidak semuanya mengerti esensi dari gender itu sendiri. Kalau tidak mengerti dasarnya, bagaimana mungkin mereka bisa menyusun kebijakan,” katanya.(ant/yan)

Share
Leave a comment