Seperti Sinetron, Pemadaman Listrik di Medan Makin Menjadi

pemadaman listrik di Sumut seperti sinetronPemadaman listrik di Medan dan wilayah Sumut semaki  menjadi-jadi.(dok)

 

 

 

 

TRANSINDONESIA.CO, Medan : Pemadaman listrik yang terjadi di Kota Medan, Ibu kota Provinsi Sumatera Utara, seperti sinetron dan semakin menajdi-jadi, tidak hanya mengecewakan masyarakat tetapi juga bagi pengusaha yang ada di daerah tersebut.

Bahkan, dalam pemadaman listrik tersebut, pihak Manajemen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Wilayah Sumatera Utara, selalu memberikan janji-janji “muluk” atau yang tidak pasti pada masyarakat.

Sehingga konsumen dan penerima jasa layanan listrik itu, hingga kini menjadi bertanya-tanya dan sampai kapankah berakhirnya pemadaman listrik tersebut.

Apalagi, listrik tersebut sangat diperlukan oleh masyarakat, dan jangan sampai mengalami kendala dan pemadaman yang cukup lama, serta berlarut-larut.

Terjadinya pemadaman listrik di Kota Medan berpenduduk lebih kurang 2,4 juta jiwa itu, juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan pengusaha yang mencapai ratusan miliar rupiah.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumatera Utara, Abubakar Siddik di Medan, mengatakan pemadaman listrik di Kota Medan saat ini semakin parah dan terjadi dua hingga tiga kali dalam satu hari, sehingga sangat merugikan konsumen dan masyarakat di daerah tersebut.

“Ini adalah bukti dari kinerja jelek manajemen PLN Wilayah Sumut, yang tidak bertanggung jawab dan profesional, serta seringnya terjadi pemadaman listrik,” katanya.

Akibat seringnya terjadi pemadaman listrik, menurut dia, manajemen PLN Wilayah Sumut, perlu dievaluasi dan bila tidak mampu dan silahkan letakkan jabatan.

“Manajemen PT PLN Wilayah Sumut ini, tampaknya tidak peduli dengan seringnya terjadi pemadaman listrik sejak awal tahun 2014 ini, dan begitu juga tahun-tahun sebelumnya,” ucap Abubakar.

Dia mengatakan Manajemen PT PLN Sumut terkesan lepas tangan dengan pemadaman yang terjadi selama ini, dan masyarakat dibuat bingung dan kecewa.

Bahkan, jelasnya, selama bulan Februari hingga Maret 2014 ini, sering terjadi pemadaman baik di kantor dan rumah-rumah penduduk di Medan.

“Petugas PLN Wilayah Sumut tampaknya menganggap hal yang sepele mengenai pemadaman listrik tersebut,” ujarnya.

Abubakar mengatakan sikap karyawan PT PLN seperti ini tidak profesional dan mau menghargai pelanggan maupun masyarakat yang selama ini mendambakan pelayanan terbaik mengenai jasa listrik tersebut.

Oleh karena itu, katanya, manajemen PLN Sumut harus menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dengan pemadaman listrik yang terjadi setiap saat di Kota Medan.

YLKI Sumut berharap pada Manajemen PLN Sumut harus menunjukkan kepedulian yang cukup tinggi dengan terjadinya pemadaman listrik tersebut.

“Manajemen PLN Sumut jangan hanya sekadar mencari keuntungan banyak dari konsumen dan masyarakat dengan banyaknya pelanggan, tetapi kurang memperhatikan pelayanan,” ucap dia.

Dia menambahkan untuk mengatasi kendala listrik itu, manajemen PLN Sumut harus bekerja keras dengan mencari berbagai solusi, bagaimana agar tidak terjadi lagi pemadaman.

“Manajemen PLN Sumut tidak usah mencari berbagai dalih atau alasan, bahwa pemadaman listrik karena adanya perbaikan mesin pembangkit yang rusak di PLN Belawan dan daerah lainnya,” kata Abubakar.

Seperti Sinetron

Pemadaman listrik yang dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Sumatera Utara dinilai seperti sinetron yang tidak diketahui masa berakhirnya.

“Krisis listrik di Sumut seperti alur sinetron. Pemadaman listrik yang tak kunjung terselesaikan adalah cerita utamanya,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi di Medan.

Menurut Farid sebagai sebuah sinetron, jalur cerita pemadaman listrik di Sumut sangat tidak menarik karena PLN sebagai pemeran utama tidak memiliki langkah cerdas, tepat, dan terukur dalam menyelesaikan masalah.

Peran PLN justru terkesan “manja” dengan meminta pengertian dan kemakluman dari masyarakat agar menerima pemadaman listrik yang tidak diketahui batas akhirnya tersebut.

Kesan manja tersebut muncul karena PLN bukan hanya tidak mampu menyelesaikan krisis yang telah lama terjadi itu, melainkan meminta pengertian masyarakat atas ketidakmampuannya.

“Tersirat PLN berharap agar masyarakat nrimo saja, jangan cerewet, dan tidak perlu marah,” katanya.

Nampaknya, kata Farid, jalur cerita yang ditawarkan PLN tersebut cukup berhasil dengan masyarakat Sumut sebagai “anak manis” yang tidak pernah merasa keberatan meski pemadaman bergilir yang dilakukan telah berlangsung cukup lama.

“Masyarakat Sumut adalah ‘anak manis’ yang tidak pernah nakal. Apapun kebijakan PLN, selalu diterima masyarakat dalam perspektif pasrah,” katanya.

Ironisnya, kata dia, jalur cerita yang ditawarkan PLN tersebut terkesan dibiarkan Pemprov dan DPRD Sumut yang memiliki mandat dan kewenangan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah itu.

Meski Pemprov Sumut terkesan dipandang sebelah mata, instansi pemerintahan tersebut justru dinilai menjadi “corong” PLN dengan meminta masyarakat agar memberi pemakluman atas kondisi yang ada.

“Gubernur (Sumut) jajarannya terlihat tidak melakukan pemihakan kepada para konstituennya. Entah apa yang ada dibenak para pemegang mandat rakyat ini,” kata Farid Wajdi yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).

Di satu sisi, kata Farid, sebenarnya masyarakat dapat memaklumi jika PLN memberlakukan pemadaman listrik secara bergilir yang disebabkan adanya krisis energi.

Namun di sisi lain, masyarakat juga kesal dan sulit menerima berbagai dalih yang disampaikan PLN karena krisis tersebut tidak kunjung tuntas meski telah berlangsung lama.

Untuk itu, PLN perlu mencari solusi yang cerdas dan tepat agar krisis energi yang menyebabkan rutinnya pemberlakuan kebijakan pemadaman listri tidak terus terjadi.

Selain itu, Pemprov Sumut dibawah kepemimpinan pasangan Gatot Pujo Nugroho dan HT Erry Nuradi perlu mengambil inisiatif untuk mempermudah izin administrasi dalam investasi energi listri di daerah itu.

Pemprov Sumut juga perlu mengajak pemkab dan pemkot di provinsi itu untuk membahas masalah tersebut agar krisis energi listri di Sumut tidak terus berkelanjutan seperti sinetron. “Kalau Gubernur banyak agenda, mengapa tidak menugaskan wagub untuk melakukan semua itu? Jika ada hambatan politik, maka sebagai negarawan gubernur harus mampu membangun komunikasi dengan siapa pun,” katanya.

Ganggu Proyek Pembangunan

Pemadaman listrik yang sudah berlangsung hampir satu bulan di Sumatera Utara sudah berdampak langsung pada terganggunya laju proyek pembangunan di daerah itu.

“Pemadaman listrik membuat pelaksanaan proyek properti menjadi lebih lama, biaya membengkak dan bahkan menimbulkan penundaan,” kata Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan di Medan.

Dia menjelaskan akibat pemadaman listrik yang terjadi hampir setiap hari dengan frekuensi dua atau tiga kali sehari dengan lama pemadaman rata-rata tiga jam, sebagian kontraktor menggunakan genset.

Penggunaan genset tentunya menambah biaya pengerjaan proyek bangunan dan merugikan pengusaha pelaksana pembangunan atau masyarakat pemilik bangunan.

Sementara pengembang yang tidak menggunakan genset, tentunya pemadaman listrik tersebut membuat pengerjaan proyek menjadi lebih lama.

Adapun bagi pekerja bangunan, kerugian timbul dari kehilangan atau pengurangan pendapatan.

“Untuk proyek perumahan, byar pet itu bisa langsung berdampak pada naiknya harga jual,” kata Tomi.

Mahalnya biaya produksi akan semakin mengurangi pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menurutnya, dengan kenaikan harga jual yang masih belum disetujui Kementerian Keuangan dari Rp 88 juta per unit saat ini, buruknya pelayanan listrik semakin membuat pengembang enggan membangun rumah tipe itu.

“Krisis listrik juga membahayakan untuk perkembangan proyek pembangunan rumah berbagai jenis lainnya karena tidak mungkin rumah dibangun tanpa infrastruktur listrik,” kata Tomi.(ant/surya)

Share