TRANSINDONESIA.co, Jakarta : PT PLN (Persero) mengakui krisis listrik yang melanda Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang meliputi wilayah Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) sudah terjadi sejak sembilan tahun silam atau pada 2005. Lalu faktor apa yang menyebabkan pemadaman listrik di wilayah tersebut tak kunjung berakhir?
Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto menuturkan wilayah itu saat ini hanya memiliki pembangkit yang bisa menghasilkan listrik berkapasitas 1.400 megawatt (MW). Sementara kebutuhannya sudah mencapai 1.650 MW.
“Padahal seharunya dengan kepasitas sebesar itu wilayah tersebut miliki cadangan 30% atau menjadi 1.900 MW. Idealnya pasokan listrik di sana seperti Jawa,” kata Bambang saat berbicang dengan Liputan6.com, seperti yang ditulis Senin (17/3/2014).
Kondisi ini diperparah karena PLN tidak sanggup untuk mengejar pertumbuhan konsumsi listrik di wilayah tersebut, terutama Sumut. Menurut catatan perusahaan listrik pelat merah itu, konsumsi listrik di Medan naik 10%-11% per tahun.
“Itu lebih tinggi dari daerah lain,” kata Bambang.
Tak hanya Sumbagut, wilayah kelistrikan lain yaitu Sumatera Bagian Tengah (Sumbateng) juga mengalami krisis listrik. Namun bedanya, kekurangan pasokan listrik di wilayah itu hanya terjadi saat musim kemarau karena listriknya bersumber dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) seperti PLTA Gogo Panjang, PLTA Maninjau, dan PLTA Singkarak.
“Sebenarnya pasokan listrik di Sumbagteng sangat tergantung variasi musim. Jadi pada saat kemarau kemarin performace pembangkitnyaturun,” terangnya.
Sementara Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) justru mengalami surplus pasokan listrik mencapai 250 megawatt (MW) sehingga kelebihannya dipasok ke Sumbagteng. “Kalau Sumbagsel aman. Justru malah bantu lokasi lainnya,” terangnya.(lp6/lin)