Penduduk Miskin di Sumut Bertambah 51.600 Orang

miskin1Ilustrasi penduduk miskin di Sumatera Utara

TRANSINDONESIA, Medan : Apakah ini yang dinamakan, pejabat hidupnya ‘foya-foya’ sedangkan warganya bergelimang dengan kemiskinan ?

Angka kemisikinan di Sumatera Utara (Sumut) terus bertambah dari 51.600 orang  menjadi 1.390.800 orang pada periode September 2013 dengan pertambahan tertinggi terjadi di perkotaan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, jumlah penduduk miskin di Sumut pada September 2013 sebanyak 1.390.800 orang atau naik 51.600 orang bila dibandingkan jumlah penduduk miskin saat sensus terakhir yakni pada Maret 2013 yang berjumlah 1.339.200 orang.

Penambahan jumlah penduduk miskin itu terbanyak terjadi diperkotaan yakni 10,45% atau bertambah 35.100 orang dari 654.100 orang pada Maret 2013 menjadi 689.200 orang pada September 2013.

Sedangkan pada pedesaan, penduduk miskin bertambah 16.500 orang dari 685.100 orang pada Maret 2013 menjadi 701.600 orang pada September 2013. Kepala Kepala Bidang Neraca Pembayaran BPS Sumut , Ateng Hartono, mengatakan, berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (susenas) menunjukkan, jumlah penduduk miskin di daerah ini sebesar 10,39% atau 1.390.800 orang terhadap total jumlah penduduk. Kondisi ini lebih buruk dibandingkan Maret 2013 yang jumlah penduduk miskinnya 10,06% atau 1.339.200 orang dari total jumlah penduduk.

“Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode tersebut diduga berkaitan dengan faktor inflasi, turunnya nilai tukar petani (NTP) dan naiknya tingkat pengangguran terbuka,” katanya kepada wartawan pada konferensi pers di Kantor BPS Sumut, Kamis (2/1/2013).

Seperti diketahui, selama periode Maret-September 2013 terjadi inflasi sebesar 11,87% di daerah ini. Seiring dengan itu, NTP mengalami penurunan dari 100,78 pada Maret 2013 menjadi 97,42 pada September 2013. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari 6,01% pada Februari 2013 menjadi 6,53% pada Agustus 2013. Bicara persoalan kemiskinan, lanjut Hartono, tidak hanya sekedar berapa jumlah dan persentase kemiskinan tetapi ada sisi lain yang perlu diperhatikan yaitu, tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2013-September 2013, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat masing-masing 1,72 dan 0,46.

“Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar,” tuturnya.

Pengamat Sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU) M Arif Nasution mengatakan, proses kemiskinan memang terus berlanjut di daerah ini dan tidak ada upaya serius untuk menanggulangi itu.

Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat daya beli masyarakat yang menurun, belum lagi tingginya angka kriminalitas dan masih banyak lagi.

“Sejauh ini semua kebijakan sifatnya hanya politis. Tidak ada yang benar-benar bertujuan menanggulangi angka kemiskinan tersebut,” katanya. Menurutnya, kondisi akan semakin parah karena meski angka kemiskinan sudah dirilis namun pemerintah membiarkan hal itu terjadi.

Bahkan, pelaksanaan musyawarah perencanaan dan pembangunan (musrenbang) diperkirakan hanya 5%.

“Saya perkirakan pelaksanaan musrenbang itu hanya 5%. Musrenbang itu pun dibuat hanya karena keharusan daerah memiliki itu atau ibaratnya standar operasional prosedur (SOP) saja,” ucapnya.

Kedepan, pemerintah harus fokus pada infrastruktur terutama di pedesaan untuk mendorong percepatan ekonomi di daerah tersebut. Kalau tidak dikhawatirkan angka kemiskinan di desa akan semakin parah.

“Pemerintah jangan lagi sibuk sendiri. Harus buat kebijakan yang berpihak kepada masyarakat khususnya masyarakat desa. Selama ini masyarakat berjalan sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah,” pungkasnya.(don/sur)

Share
Leave a comment