Utamakan ASI Bagi Bayi Pengungsi Gempa Aceh

TRANSINDONESIA.CO – Di beberapa pos pengungsian terdapat kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, ibu hamil, lansia dan disabilitas yang perlu mendapat perlakuan khusus. Seperti di pos pengungsian Gampong Tu Kecamatan Panteraja Kabupaten Pidie Jaya, terdapat 63 jiwa bayi usia 0-4 tahun dan 60 jiwa usia 5-9 tahun dari total 500 jiwa (200 KK).

Pemberian bantuan berupa makanan untuk bayi dan balita tidak dapat dilakukan  dengan sembarangan. Bagi ibu dan bayi yang masih menyusui harus mendapat perhatian. Air susu ibu adalah makanan yang paling sempurna bagi bayinya.

Bangunan berlantai dua roboh.[IST]
Bangunan berlantai dua roboh.[IST]
Bagaimana pun, menyusui dalam kondisi darurat menjadi lebih penting karena terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan juga kesinambungan tersedianya susu formula dalam jumlah yang memadai. Bahkan pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi.

Beberapa pengalaman sebelumnya di Indonesia saat tanggap darurat bencana, menunjukkan bahwa susu formula dan susu bubuk adalah bantuan yang umum diberikan dalam keadaan darurat. Sayangnya, produk-produk ini seringkali dibagikan tanpa kontrol yang baik dan dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak yang seharusnya masih harus disusui.

Hasil dari sebuah penilaian yang dilakukan UNICEF satu bulan setelah gempa di Yogyakarta di tahun 2006 menunjukkan bahwa tiga dari empat keluarga yang memiliki anak-anak di bawah usia enam bulan juga menerima bantuan susu formula. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi susu formula dari 32% sebelum gempa menjadi 43% setelah gempa.

Akibatnya, kasus-kasus penyakit diare di kalangan bayi usia di bawah enam bulan yang menerima bantuan susu formula dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak menerima bantuan itu. Di samping itu, secara rata-rata, angka diare di kalangan anak-anak usia antara 6 – 23 bulan adalah 5 kali lebih besar dari angka sebelum gempa.

Unicef dan WHO telah mengingatkan bahaya pemberian susu formula di pengungsian. Apa yang terjadi pasca bencana Gempa di Bantul Yogyakarta hendaklah dijadikan pelajaran. Pemberian susu formula kala itu justru meningkatkan terjadinya diare pada anak dibawah usia dua tahun. Dimana ternyata 25 % dari penderita itu meminum susu formula.

Oleh karena itu pastikan tidak ada donasi susu formula dan produk bayi lainnya seperti botol, dot, empeng tanpa persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

Tidak  perlu  sumbangan  susu formula, susu bubuk dan botol bayi dalam kondisi darurat bencana. Ibu  yang menyusui  anaknya harus diberikan dukungan dan bantuan praktis untuk meneruskan  menyusui. Mereka tidak  boleh  sembarangan  diberikan  bantuan  susu formula dan susu bubuk. Sedangkan bagi ibu yang sudah tidak lagi menyusui, misalnya ibu yang telah menyapih anaknya harus didukung untuk memulai relaktasi dan mencari ibu susu untuk bayi tanpa ibu.

Jika ada bayi yang tidak bisa disusui, bayi tersebut harus diberikan susu formula dan perlengkapan untuk menyiapkan susu tersebut, dibawah pengawasan yang ketat dan kondisi kesehatan bayi harus tetap dimonitor. Botol bayi sebaiknya tidak digunakan karena risiko terkontaminasi, kesulitan untuk membersihkan botol. Gunakan sendok atau cangkir untuk memberikan susu kepada bayi.

Jika ada bayi yang tidak bisa disusui karena alasan medis di bawah pengawasan ketat petugas kesehatan terlatih, pastikan terdapat saranan air bersih yang memadai dan peralatan penyiapan yang higenis, dan pemberian tersebut harus selalu dimonitor.”

Dihimbau masyarakat dan semua pihak untuk memperhatikan jenis bantuan yang diperlukan. Niat baik untuk membantu sesama agar justru tidak menimbulkan masalah baru khususnya bagi bayi dan balita di pengungsian.[Sutopo Purwo Nugroho-Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB]

Share
Leave a comment