PPSS Sumut Adukan Sengketa Lahan ke Komnas HAM, Lahan HGU PTPN III jadi Sarang Narkoba

TRANSINDONESIA.CO – Untuk kali kedunya, petani yang tergabung dalam Persatuan Petani Siantar-Simalungun (FPSS), Sumatera Utara, kembali mendatangi Komnas HAM, untuk mengadukan kasus sengketa lahan di Martoba, Pematang Siantar, dengan LSM Forum Komunikasi Rakyat Tani (Fokrat) yang kerab melancarkan teror pada PPSS.

Sebelumnya pada Jumat 30 September 2016 lalu, PPSS mendatangi Komnas HAM untuk mengadukan kasus sengketa lahan tersebut.

Penasehat PPSS, Muhammad Ramdhan, mengatakan kedatangan mereka dari Siantar didampingi perwakilan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Aliansi Petani Indonesia (API), diantaranya, Adang Satryo dan Untung Saputra

“Ini untuk kali kedua kami datang ke Komnas HAM, dan kami juga telah mendtangi kantor BPN menanyakan penanganan pengaduan kasus sengketa lahan yang masih berlarut-larut hingga sekarang,” kata salah seorang dewan penasehat PPSS, Muhammad Ramdhan, kepada wartawan di Jakarta, Minggu 9 Oktober 2016.

Kepala Bagian Direktur Jenderal masalah Agraria Komnas HAM, Toto Ismoyo, menerima petani PPSS Sumatera Utara, pada Jumat 7 Oktober 2016.[IST]
Kepala Bagian Direktur Jenderal masalah Agraria Komnas HAM, Toto Ismoyo, menerima petani PPSS Sumatera Utara, pada Jumat 7 Oktober 2016.[IST]
Kehadiran para petani yang mencari keadilan sampai ibukota negara ini disambut langsung Kepala Bagian Direktur Jenderal masalah Agraria, Toto Ismoyo.

“Prihal yang kita adukan terkait permohonan blok 37 seluas 20 ha untuk ditingkatkan statusnya menjadi hak milik,” terang Ramadhan.

Diakuinya, lahan yang saat ini disengketakan PPSS dan Fokrat adalah milik eks HGU PTPN III Kebun Bangun di afdelling III Martoba, Pematang Siantar. Pasca habisnya HGU, persisnya pada tahun 1998 para petani PPSS mulai menggarap lahan tersebut hingga keluarlah keputusan Mahkamah Agung No. 515.K/pdt/2013 tanggal 7 November 2006 silam yang mengakibatkan warga kehilangan lahan garapannya.

“Pada saat itulah, muncul organisasi Fokrat sebagai pemenang yang disinyalir diboncengi pihak-pihak kepentingan. Semua lahan warga yang berada di blok 28, 29, 30, 31, 37, 43, 44, 45, 46, dan 47 yang berada di atas areal eks HGU PTPN III Kebun Bangun di afdelling III Martoba, Pematang Siantar menjadi milik Fokrat,” katanya.

Untuk itu, petani PPSS menganggap keputusan tersebut tidak tepat karena memenangkan organisasi Fokrat yang tidak mempunyai nilai kedekatan dengan lahan tersebut. “Darimana mereka bisa menang, padahal tidak emmiliki kedekatan pada lahan itu. Jelas PPSS yang selama ini menanami dan menggarap lahan justru disingkirkan, koq Fokrat yang panen menguasai lahan itu. Ini jelas ada permaianan yang dibeking pihak tertentu,” katanya.

Menurut ketentuan PP No. 224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian menekankan bahwa lahan eks HGU dibagikan oleh Negara kepada  mereka yang memanfaatkan lahan tersebut dengan cara menggarapnya untuk usaha pertanian.

“BPN berjanji akan melakukan kajian dan penelitian terkait pengaduan kami, dan PPSS akan menunggu realisasi janji BPN, sampai kapanpun kami akan menuntut hak kami sebagai petani,” terangnya.

Teror dan Narkoba

Masyarakat mulai terusik dengan keluarnya  keputusan Mahkamah Agung No. 515.K/pdt/2013 pada tanggal 7 November 2006 silam.

Keputusan tersebut diboncengi oleh segelintir pihak kepentingan yang ingin mengusir masyarakat dari lahan mereka. Pihak-pihak yang membonceng putusan tersebut berasal dari organisasi Fokrat atau kelompok 26.

Setelah kejadian tersebut, Fokrat mulai melakukan teror, intimidasi, melakukan pengrusakan terhadap tanaman dan bangunan yang mereka lakukan siang maupun malam. Mereka juga menjarah tanaman yang akan dipanen oleh masyarakat, kecuali yang berada di blok 37.

“Warga hanya bisa diam dan tidak berani melawan dikarenakan anggota Fokrat tersebut membawa senjata tajam dan juga dikawal oleh pihak kepolisian,” kata Ramadhan.

Sejak dikuasai oleh Fokrat, telah terjadi alih fungsi lahan di atas areal pertanian tersebut. Lahan yang awalnya dimanfaatkan oleh warga untuk bercocok tanam tersebut sekarang berubah fungsi menjadi café-café yang sangat mengganggu warga.

“Tragisnya tempat tersebut juga dijadikan sebagai tempat prostitusi dan transaski narkoba. Kami minta Polda Sumut turun langsung dan kemabalikan pada PPSS sebgai lahan bercocok tanam,” ujarnya.[BEN]

Share
Leave a comment