ACDM Ke-29: Penguatan Ketangguhan Bersama di Kawasan ASEAN

TRANSINDONESIA.CO –  Penguatan ketangguhan ASEAN menjadi agenda bersama sebagai bentuk kerjasama, kolaborasi dan solidaritas antar negara di kawasan ini. Pertemuan ACDM ke-29 berupaya untuk membahas berbagai isu terkait penanggulangan bencana sesuai dengan koridor yang terangkum dalam prioritas program kerja AADMER 2016 – 2020.

Belajar dari rentetan kejadian bencana besar di ASEAN, bencana telah memberikan dampak kerugian yang sangat besar. Kerugian triliunan rupiah, korban meninggal, menderita maupun kerusakan infrastuktur. Hal tersebut mendorong negara-negara ASEAN untuk membangun ketangguhan bersama menghadapi bencana.

Bencana besar tadi telah memberikan dampak signifikan baik kerusakan dan korban jiwa terhadap negara-negara ASEAN seperti Tsunami Aceh (2004), Siklon Nargis (2008), Gempabumi Padang (2009), Tsunami Mentawai (2010), Erpsi Merapi (2010), Banjir Bankok (2011), Gempabumi Bohol (2013), Siklon Haiyan (2014).

Kepala BNPB Willem Rampangilei.[DOK]
Kepala BNPB Willem Rampangilei.[DOK]
Potensi bahaya yang berujung pada bencana mendorong ASEAN dengan semangat ‘One ASEAN One Response’ tidak hanya beraksi pada saat respon tetapi juga beragam konteks dalam penanggulangan bencana. Tujuan besar yang ingin dicapai di kawasan ini adalah masyarakat ASEAN yang tangguh menghadapi bencana dimana hal tersebut juga menjadi tema ASEAN Day on Disaster Management 2016, yaitu “One ASEAN Community for Better Resilience.”

Pada sambutan pembukaan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei menyampaikan bahwa masyarakat ASEAN yang berjumlah lebih dari 650 juta ini hidup di kawasan yang rawan bencana. Di sisi lain, bencana alam telah berdampak pada kerugian di kawasan hingga US$ 4,4 milyar setiap tahun.

“Menyikapi kerugian di kawasan ASEAN, saya sangat bangga dengan deklarasi bersama ‘One ASEAN One Response’ pada 6 September 2016,” kata Willem terkait dengan upaya bersama membangun ketangguhan dan penanggulangan bencana di kawasan.

Negara-negara ASEAN menghadapi risiko bencana yang sangat tinggi. Berdasarkan data Bank Dunia 2011, sejak tahun 2000 lebih dari 100 juta jiwa terkena dampak bencana alam. Hampir semua jenis bencana berpotensi terjadi di kawasan ini, seperti gempabumi, erupsi gunungapi, tsunami, banjir, siklon, longsor, dan kekeringan. Kawasan ASEAN berpotensi menderita kerugian akibat bencana sebesar US$ 4,6 milyar atau sekitar 0,2 persen dari pendapatan domestic bruto (PDB) kawasan setiap tahunnya.

Cita-cita ketangguhan terintegrasi dalam prioritas program kerja AADMER 2016 -2020. Seiring dengan konteks tersebut, ASEAN melalui pertemuan ACDM ke-29 ini bertujuan untuk membahas perkembangan dan pengalaman dengan fokus pada 4 komponen strategis, salah satunya kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Pembahasan pada pertemuan kali ini sebagai tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang diselenggarakan pada 26 – 29 April 2016 di Semarang, Jawa Tengah.

“Kali ini, AHA Centre akan memasuki Governing Board Meeting yang ke lima, dimana hal-hal strategis mengenai AHA Centre nantinya akan dibahas”, ujar Said Faisal, Direktur Eksekutif AHA Centre.

Indonesia sebagai keketuaan ACDM memilih Kota Manado di Provinsi Sulawesi Utara sebagai tuan rumah penyelenggaraan karena provinsi ini rawan bencana dan sekaligus sebagai provinsi tujuan wisata bahari.

Bersamaan dengan ACDM ke-29, Indonesia juga menyelenggarakan secara pararel kegiatan nasional dan regional, seperti 4th ASEAN Ministerial Meeting on Disaster Management (AMMDM), ASEAN Day on Disaster Management (ADDM) dan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana 2016.[SAF]

Share
Leave a comment