Kejagung Gantung Kasus “Papa Minta Saham”

TRANSINDONESIA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum bersikap atas penyelidikan kasus dugaan rekaman PT Freeport Indonesia yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto saat ia masih menjabat sebagai Ketua DPR RI.

Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyayangkan kinerja Kejaksaan Agung yang saat ini cenderung bermain politis di antaranya dalam kasus Setya Novanto.

“Kan sudah jelas, dulu Kejagung sangat percaya diri menyatakan sudah memiliki bukti-bukti adanya ‘papa minta saham’ itu, sampai kasus yang masih tahap penyelidikan seolah-olah diciptakan seperti penyidikan. Padahal kasus penyelidikan itu tidak boleh diumbar-umbar. Nah sekarang bagaimana perkembangan kasus itu,” kata Boyamin di Jakarta, Rabu 7 September 2016.

Setya Novanto.
Setya Novanto.

Ditambahkannya, saat Kejagung dengan percaya diri untuk menangani kasus itu, dipastikan sudah memiliki bukti-buktinya termasuk ada rekamannya. Bahkan Kejagung berani menyatakan pasal yang dikenakan adalah permufakatan jahat.

Yang menjadi pertanyaannya, kata dia, kenapa saat ini kasus tenggelam begitu saja berbeda halnya saat kasus ditangani oleh MKD yang kemudian penyelidikan dilakukan oleh Kejagung.

“Setiap hari selalu saja ada komentar dalam penanganan kasus itu, tapi sekarang tidak ada,” katanya.

Karena itu, ia menduga penanganan kasus-kasus di Kejagung saat ini lebih banyak unsur politisnya ketimbang murni untuk penegakan hukum.Saat ditanya apakah penyelidikan kasus itu tidak lain bagian untuk mendongkel jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR karena penyelidikannya oleh Kejagung dilakukan sebelum Setnov menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya, Boyamin enggan menjawabnya.

Sebaliknya, penyelidikan dugaan korupsi seperti perjanjian Grand Indonesia antara PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah yang sekitar dua pekan dilaporkan sudah ditingkatkan ke penyidikan. “Kasus Grand Indonesia saja sampai sekarang belum ada tersangkanya,” tegasnya.

Sebelumnya, Kejagung mengaku sudah memiliki rekaman perbincangan Maroef Syamsuddin – saat itu Presdir PT Freeport Indonesia — dengan Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid yang sampai sekarang tidak jelas rimbanya.

Kasus rekaman itu muncul saat Menteri ESDM Sudirman Said melaporkannya ke MKD yang berujung kepada mundurnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI. Saat bersamaan, Kejagung juga menyelidiki kasus ini.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah, sampai sekarang belum memberikan tanggapan atas pertanyaan Antara melalui pesan singkat mengenai perkembangan kasus Setnov saat ini.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Undang-Undang dari permohonan yang diajukan Setya Novanto. Khususnya berkaitan dengan kasus pemufakatan jahat dalam perpanjangan PT Freeport Indonesia yang belakangan ditangani Kejaksaan Agung.

“Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Arief Hidayat, Rabu.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 15 UU Tipikor yang menyatakan frasa ‘Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14’.

Majelis hakim menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan norma UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (3) bahwa ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’ dan Pasal 28D ayat (1) bahwa ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum’.

Ketentuan Pasal 15 UU Tipikor, khususnya frasa ‘pemufakatan jahat’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, sepanjang tidak ditafsirkan “yang mempunyai kualitas dalam hal undang-undang menentukan demikian”.[Ant/Dod]

Share
Leave a comment