DPRD Sumut: Petani Perkebunan Harus Dapat Alokasi Pupuk Subsidi

TRANSINDONESIA.CO – DPRD Sumatera Utara (Sumut) melalui Komisi B, meminta petani perkebunan harus mendapatkan alokasi pupuk subsidi. Pasalnya selama ini pupuk bersubsidi hanya disalurkan untuk petani komoditas tanaman pangan seperti padi sedangkan pupuk untuk komoditas perkebunan dibeli petani dengan harga non subsidi.

Hal ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi B DPRD Sumut dengan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), Selasa (1/3/2016) di ruang rapat komisi B DPRD Sumut, dihadiri Kepala Pemasaran PT PIM, Effendi Rahmad dipimpin Ketua Komisi B, Sopar Siburian dan Wakil Ketua Patar Sitompul.

Saat RDP tersebut, Anggota DPRD Sumut, Ramses Simbolon, menanyakan tentang alokasi pupuk subsidi yang hanya didistribusikan ke petani komoditas pangan.

Pupuk subsidi pemerintah.[Don]
Pupuk subsidi pemerintah.[Don]
Terkait hal itu, Effendi menjelaskan, pihaknya hanya produsen pupuk subsidi sedangkan dalam penyalurannya berkaitan dengan dinas terkait yakni dari Dinas Pertanian hingga sampai ke PPL. Mereka yang memberitahu kebutuhan pupuk dalam bentuk kelompok tani melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

“Jadi kita memenuhi alokasi sesuai kebutuhan. Alokasi pupuk subsidi ini ada subsektornya dan didalamnya ada untuk petani perkebunan. Namun real nya yang mendapat kuasa adalah Dinas Pertanian. Sedangkan data kebutuhan  dari kabupaten/kota laporan persubsektornya tidak ada,” ungkapnya.

Untuk itu, kata Efendi, pihaknya akan berupaya agar petani perkebunan berhak mendapatkan pupuk subsidi. “Kami ingin dipertemukan dengan pihak terkait. Kami ingin bersama-sama menyelesaikan karena masih banyak petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi,” katanya.

Data Copy Paste

Diakui Effendi, RDKK yang diajukan kabupaten/kota selalu copy paste dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga setiap 6 bulan sekali selalu ada dilakukan realokasi pupuk subsidi dari daerah yang penyerapannya sedikit ke daerah penyerapannya yang banyak.

“Contohnya di Simalungun, pupuk subsidi sudah habis 60-70% sementara daerah lain penyerapannya sedikit sehingga alokasinya berlebih,” jelasnya.

Seharusnya, data RDKK itu harus benar-benar dilakukan karena pasti ada alih fungsi lahan sehingga kebutuhan tidak bisa sama. “Terbukti ditahun 2015 dari alokasi sekitar 184 ton pupuk urea hanya 95% yang terserap. Kami kehilangan kesempatan 5% padahal kami mendengar banyak petani yang sangat membutuhkan pupuk subsidi,” tuturnya.[Don]

Share
Leave a comment